TIKTAK.ID – Salah satu narasumber yang diundang Tim Kajian Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Kemenko Polhukam, artis Nikita Mirzani, meminta agar Undang-Undang itu tidak dihapus. Nikita menilai revisi UU ITE dapat berakibat pada sikap-sikap para pengguna media sosial di Indonesia yang menurutnya semakin barbar.
“Undang-Undang ITE jangan dihapus, karena kalau dihapus nanti pada barbar netizennya, pada ngaco soalnya,” ujar Nikita melalui rekaman video, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (3/3/21).
Kemudian Nikita mendesak aparat penegak hukum bisa bertindak cepat dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan UU ITE.
Baca juga : Netizen Ramai-ramai Doakan Jokowi Setelah Resmi Cabut Investasi Miras
Senada dengan Nikita, Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid juga meminta Pemerintah untuk berhati-hati dalam merevisi sejumlah pasal di UU ITE. Ia mengatakan hal itu agar tidak muncul persoalan baru.
“Saya kira poinnya yang pertama, jangan sampai niat baik merevisi UU ITE, misalnya dalam pasal 27 ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet, malah dihapus. Hal itu bisa membuat pengguna media sosial kita saling menghujat satu sama lain,” terang Muanas.
“Bapaknya dihina, ibunya dihina, ya mungkin saja itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan,” imbuhnya.
Baca juga : Ternyata ini Pelaku Perampasan Uang Setoran 429 Juta Milik Toko Emas Semar Nusantara Semarang
Di sisi lain, aktivis sosial Ravio Patra yang justru pernah menjadi “korban” jerat pasal karet di UU ITE, memiliki pandangan berbeda. Patra menyatakan hukum yang dibentuk mestinya untuk menciptakan ketertiban, bukan memunculkan chaos di kalangan masyarakat seperti yang kerap terjadi akibat UU ITE ini.
“Saya dikata-katain, difitnah, dan dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, maka ujung-ujungnya satu negara akan dipenjara kan?” ucap Patra kepada Tim UU ITE.
Kemudian Patra mengungkapkan pengalamannya berhadapan dengan pihak Kepolisian, ketika dilaporkan terkait dengan UU ITE. Patra menilai UU ITE merupakan bentuk pengekangan kebebasan sipil.
Baca juga : Melihat Peluang Ma’ruf Amin Jadi Capres 2024
Sementara itu, Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga yang pernah berseteru dengan Rumah Sakit Omni lantaran disebut melakukan pencemaran nama baik dan dijerat dengan UU ITE, juga ikut buka suara. Menurutnya, alih-alih langsung masuk ke ranah hukum, edukasi bermedia sosial justru penting dilakukan, sehingga tidak terjebak dalam kasus hukum.