“Kalaupun uangnya ada, entah hutang baru atau realokasi anggaran. Kalaupun kajian komprehensif bisa disulap dan dibuat secara cepat, mampukah perusahaan BUMN bidang pangan menangani tugas prestisius ini? No. Hora mungkin. BUMN bidang pangan yang kita miliki itu semuanya dhuafa,” jelas Amal.
Baca juga : Mulan Jameela Protes Ahok, Diskon BBM Khusus Ojol Bikin Cemburu Supir Angkot dan Ojek Pangkalan
Menurut Amal dengan kondisi demikian, mustahil urusan cetak sawah skala besar ini mampu ditangani BUMN bidang pangan.
“Semua juga tahu, PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, Berdikari, dan saudara-saudaranya itu adalah golongan kaum dhuafa yang hidupnya mengandalkan komisi dari penugasan Pemerintah. Gajian pun ngos-ngosan,” katanya.
Dijelaskan lebih rinci, anggap saja BUMN mampu segalanya. Masih menyisakan satu fakta. Dari ratusan ribu insinyur kita, tidak satupun berpengalaman menangani produksi pangan (padi dan jagung) dalam skala luas. Skala korporasi. Bahkan hanya untuk menangani 500 ha padi saja, tidak ada yang mampu.
Baca juga : Haikal Hassan Blak-blakan Ungkit Pilpres 2019 Lalu, Beberkan Alasan Dukung Prabowo
Sekali lagi, para insinyur pertanian kita tidak diciptakan untuk menangani produksi pangan skala korporasi. Perguruan tinggi dan Pemerintah sejak zaman kerajaan Majapahit menganggap: padi jagung adalah bisnisnya rakyat. Bukan bisnisnya korporasi.
Mengapa begitu? Karena kepemilikan sawah penduduk kita hanya 0,33 ha per KK. Jangan dibayangkan seperti petani Australia dan Amerika. Sejak era reformasi, gagasan corporate farming sudah sering diseminarkan. Asyik di meja diskusi, nol di tataran pelaksanaan. Gagal.
“Kita punya ribuan insinyur yang ahli manajemen produksi kebun tanaman industri seperti sawit, karet, hutan tanaman industri seperti akasia albasia dan sejenisnya.Tapi tidak punya insinyur yang mengerti corporate farming untuk padi, jagung dan kedelai. Inilah faktanya bukan katanya,” tegas Amal.
Baca juga : Eks Menkes Siti Fadilah Supari Surati Jokowi dari Penjara, Beri Solusi Tangani Corona
“Saya memperkirakan ambisi Presiden mencetak sawah baru akan gagal berantakan,” tambahnya.
Lalu Amal membagikan strategi yang memungkinkan bisa dikerjakan dalam mengantisipasi krisis pangan ini.
“Kita mulai dari fakta. Faktanya, kita sedang tidak punya uang. Faktanya, anggaran untuk Kementan dipangkas akibat pandemi Covid. Tapi Presiden ingin produksi pangan dinaikkan. Mustahil akibat sesat pikir,” ucapnya.
Halaman selanjutnya…