TIKTAK.ID – Kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui telah mengalami penurunan yang signifikan. Hal itu berdasarkan hasil temuan yang dilakukan oleh lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO) pada Maret 2022.
“Terjadi penurunan yang cukup signifikan, bila dibandingkan pada survei Februari 2022,” ungkap Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah Putra dalam hasil surveinya, Senin (28/3/2022), seperti dilansir Sindonews.com.
Menurut hasil data yang dirilis, tercatat bahwa publik yang mengaku puas dengan kinerja Presiden Jokowi sebesar 43%. Sedangkan publik yang menyatakan sangat puas sebesar 6%. Jadi jika diakumulasikan, kepuasan publik terhadap kinerja presiden sebesar 49%.
Baca juga : Demokrat Klaim Rakyat yang Ingin AHY Jadi Presiden Makin Banyak
Sementara itu, publik yang merasa tidak puas dengan kinerja presiden sebesar 41%, dan yang mengatakan sangat tidak puas angkanya sebesar 10%. Bila diakumulasikan, publik yang tidak puas terhadap kinerja presiden terdapat 51%.
“Kemungkinan penurunan angka kepuasan ini berkaitan dengan momentum kelangkaan serta peningkatan tajam harga bahan kebutuhan masyarakat seperti minyak goreng,” tutur Dedi.
Survei ini dilakukan pada periode 11-17 Maret 2022, dengan jumlah responden sebanyak 1.220 yang diambil secara acak. Metode survei ini punya pengukuran kesalahan (margin of error) 2,90%, dengan tingkat akurasi data 95%. Setting pengambilan sampel memakai teknik multistage random sampling (MRS), atau pengambilan sampel bertingkat.
Baca juga : Kementerian PUPR Sebut Istana Presiden dan Wapres di IKN Bakal Dipisah, Kenapa?
Sekadar informasi, menjelang bulan Ramadan tahun ini, terdapat gejolak harga dan kelangkaan minyak goreng dan komoditas lainnya. Mengutip Suara.com dari data SP2KP Kementerian Perdagangan, rata-rata harga minyak goreng di tingkat nasional pada Maret 2022 naik di atas 30 persen ketimbang Maret 2021.
Kemudian komoditas lain seperti kedelai impor naik sekitar 15 persen, gula pasir lebih dari 9 persen, tepung terigu hampir 8 persen, dan cabe merah 10 persen. Tidak hanya itu, terdapat kenaikan harga elpiji non subsidi pada akhir Desember 2021 dan akhir Februari 2022 silam.
Kenaikan harga-harga bahan pangan itu pun menggerus daya beli masyarakat. Peningkatan harga minyak mentah dan gas alam di pasar global juga disebut-sebut menjadi sumber ancaman inflasi ke depannya bagi Indonesia, lewat kebijakan kenaikan harga BBM di pasar domestik.