Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), per September 2019 angka garis kemiskinan per kapita atau per kepala di Indonesia mencapai Rp440.000 per bulan. Apabila dalam satu keluarga seorang kepala keluarga menanggung tiga orang, kata Bhima, idealnya jumlah BLT per keluarga mendekati Rp1,8 juta per bulan.
Kalkulasi berbeda diutarakan Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri. Selain menyiapkan logistik, kata Rizal, pemerintah harus memberikan BLT atau cash transfer kepada warga yang terdampak, terutama warga menengah ke bawah. Seperti sopir ojek online (ojol), sopir taksi, pengusaha mikro dan kecil, pedagang kaki lima, dan pekerja sektor informal lainnya.
Rizal menilai, bantuan Pemerintah saat ini belum cukup karena tidak memasukkan program BLT. BLT dibutuhkan agar pekerja informal yang kehilangan pendapatan bisa segera membelanjakan uang untuk kebutuhan dasar mereka.
“Fokus Pemerintah, harusnya bagaimana membuat orang jangan sampai kelaparan. Mereka biasanya tidak masuk dalam penerima bansos manapun,” ujar Rizal, Rabu (1/4/20).
Saat mengumumkan stimulus Rp405 triliun, 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menjelaskan alokasi jaring pengaman sosial Rp110 triliun. Pertama, perluasan sasaran Program Keluarga Harapan dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta. Besaran manfaat naik 25%. Perubahan kebijakan efektif mulai April dengan anggaran naik dari semula Rp29,1 triliun menjadi sebesar Rp37,4 triliun.
Kedua, Bantuan Pangan Non-tunai (BPNT) atau Kartu Sembako. Penerima manfaat diperluas dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima. Nilai manfaat naik 30%, dari Rp150.000 per keluarga per bulan menjadi Rp200.000. Kartu Sembako akan diberikan selama 9 bulan. Ketiga, Kartu Prakerja. Anggaran dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Jumlah penerima 5,6 juta orang, terutama pekerja informal, pelaku UKM terdampak Covid-19. Nilai manfaatnya Rp650.000-1.000.000 per bulan selama empat bulan.
Keempat, bantuan tarif listrik. Pemerintah menggratiskan pelanggan listrik 450 VA berjumlah 24 juta dan mendiskon 50% pelanggan 900 VA sebanyak 7 juta. Ini berlangsung tiga bulan, dari April-Juni 2020. Kelima, anggaran cadangan. Guna mengantisipasi ketersediaan bahan kebutuhan pokok, Pemerintah mencadangkan anggaran Rp25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok, operasi pasar dan logistik.
Menurut Rizal, saat ini bukan lagi saatnya Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Penyaluran BLT tanpa syarat yang kaku seharusnya bisa menjadi solusi. Pelatihan dalam bentuk Kartu Prakerja juga dinilai tidak bermanfaat saat ini. Pemberian uang tunai akan besar manfaatnya bagi pekerja informal.
Pemerintah bisa menggunakan angka kebutuhan hidup layak sebagai dasar penghitungan. “Saya beri contoh angka kebutuhan hidup layak di Jakarta itu Rp2juta-Rp2,5 juta per kepala keluarga untuk satu bulan. Itu bisa menjadi patokan pemberian cash transfer ke masyarakat targeted,” ujar Rizal, akhir Maret lalu.
Halaman selanjutnya…