Mulyanto menyayangkan sikap Pertamina yang terlalu kaku memahami Permen 42/2018. Mulyanto menduga ada pihak tertentu yang memanfaatkan celah hukum ini untuk mendapatkan keuntungan. Untuk itu Mulyanto minta BPK dan KPK turun tangan memeriksa Pertamina agar diketahui aliran transaksi pembelian BBM tersebut.
Baca juga : Giliran Tenaga Kesehatan yang Mulai Kewalahan Minta Jokowi Tunda Pilkada, Masih Tak Bakal Digubris Juga?
“Kita perlu tahu, BBM mentah domestik yang wajib dibeli oleh Pertamina dengan harga tinggi tersebut apakah BBM bagian Pemerintah dari kerja sama dengan KKKS Migas atau bukan? Kalau BBM yang dimaksud bagian dari Pemerintah, mungkin kita masih maklum karena uang tetap akan mengalir ke kas negara. Namun bila Pertamina membeli BBM mentah domestik milik swasta, ini patut dipertanyakan,” tegas mantan Irjen Kementan ini.
Lanjutnya, “Jika Permen ESDM di atas dibaca dengan cermat, kewajiban Pertamina untuk membeli BBM milik KKKS swasta. Ini sama saja meminta rakyat saweran untuk menyubsidi KKKS agar tidak ambruk. Mengalirnya uang rakyat secara merugikan seperti ini jelas tidak sesuai dengan pengelolaan keuangan negara. Karenanya BPK dan KPK untuk melaksanakan audit secara khusus terhadap masalah ini. Agar jelas duduk perkaranya.”
Menurut Mulyanto, kesalahan tafsir Permen ESDM 42/2018 oleh entitas bisnis sebesar Pertamina terkesan mengada-ada.
Baca juga : IDI Nilai Kasus Corona Tembus di Atas 1000 setelah Sepekan PSBB Ketat Jakarta Justru Bagus, Kok Bisa?
“Jangan-jangan yang terjadi di lapangan memang ada tekanan yang mewajibkan Pertamina untuk membeli BBM mentah domestik bagian KKKS swasta tersebut. Karenanya wajar saja kalau keuangan Pertamina berdarah-darah dan masyarakat tidak memeroleh BBM dengan harga murah sesuai harga global yang sedang anjlok,” katanya.
“Bisa jadi ini akan masuk dalam kasus abuse of power, yang mengakibatkan kerugian negara. Kalau ini terjadi, saya mendesak KPK berkepentingan untuk pro-aktif menyelidiki,” tandas Mulyanto.