
TIKTAK.ID – Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin diketahui telah mendorong penegakan hukum atas dugaan penggelapan dana yayasan korban gempa Cianjur, yang salah satunya untuk kegiatan terorisme. Ma’ruf menyampaikan hal itu untuk menanggapi temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan penggelapan dana yayasan korban gempa Cianjur untuk kegiatan terorisme.
Menurut Ma’ruf, upaya pertama yang dilakukan yaitu pencegahan supaya hal tersebut tidak terjadi di masa mendatang. Tak hanya itu, Ma’ruf juga mendorong penegakan hukum bagi dugaan aliran dana yang sudah ditemukan.
“Sekarang pertama tentu pencegahannya, jangan sampai ke depan terjadi kembali. Kedua, Itu dilakukan penegakan hukumnya, ditertibkan yang sudah ini, saya kira itu,” terang Ma’ruf usai menghadiri acara Istighosah Kubra dan Doa Keselamatan Bangsa di Masjid Agung Cianjur, seperti dikutip CNN Indonesia dari tayangan YouTube Wapres, pada Minggu (19/2/23).
Baca juga : Hasil Survei SPIN: Elektabilitas Capres Prabowo Kokoh di Puncak
Sebelumnya, PPATK telah mengendus adanya penggelapan dana yayasan korban gempa Cianjur. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkapkan hal itu melalui rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (14/2/23).
Ivan memaparkan bahwa berdasarkan hasil analisisnya selama 2022, PPATK sudah menemukan total sebanyak Rp1,7 Triliun yang digelapkan. Dia menyebut hasil analisis tersebut berisi dugaan pendanaan terorisme lewat penyimpangan aktivitas pengumpulan dana yang berorientasi pada kegiatan sosial kemanusiaan, amal, dan keagamaan.
“Yayasan ini ada risikonya, dia mendompleng kegiatan legal. Bahkan saking banyaknya sebuah momentum, misal terjadi bencana, dari 100 pembukaan rekening untuk ke kegiatan yang benar, di dalam situ ada 99 yang meng-hijack niat-niat baik dari para pihak yang memang baik,” imbuhnya.
Baca juga : Lucky Hakim Buka Suara Usai Jadi ‘Buronan’ Ridwan Kamil
Ivan mengakui dalam hal penggelapan dana ini, terdapat dua potensi besar arah aliran dari dana tersebut. Pertama, digunakan untuk kepentingan pribadi, dan kedua, diduga kuat dana untuk kegiatan terorisme.
“Pertama, dipakai untuk kepentingan pribadi. Banyak kita lihat, beli rumah, mobil, memberikan kepada orang-orang sekitarnya, memperkaya diri sendiri dari sumbangan dari orang, sehingga tidak digunakan untuk membantu korban bencana. Atau dalam fakta terakhirnya, kita menemukan memang terkait dugaan kegiatan terorisme,” jelas Ivan, mengutip detik.com.