Jadi sepanjang Jokowi “anteng-anteng” saja berada di ketiak Megawati, maka secara politik akan tetap kuat. Jika secara politik kuat, maka kedudukan hukum presiden juga kuat.
Sebaliknya, bagaimana halnya dengan kekuatan pilar moral Jokowi? Di sektor inilah titik permasalahan paling krusial rezim ini.
Sebetulnya, ucap Adhie, dengan berbagai kontroversi yang muncul pada Pilpres 2019, ditambah dengan terkena OTT-nya salah satu Komisioner KPU oleh KPK, legitimasi moral rezim ini sudah memasuki ronde kedua dalam keadaan menurun tajam. Kondisi ini kian diperparah akibat perekonomian nasional mengalami pembonsaian, sehingga pertumbuhannya nyaris stagnan.
Baca juga: Soal Ahok, Ali Imron Bom Bali Kaget Muslim Kok Lebih Brutal dari Teroris?
Tapi yang meng-KO moral standing rezim ini adalah virus Corona (Covid-19) asal Wuhan, China. Kentalnya perkongsian rezim ini dengan pemerintahan Komunis China membuat Jokowi tampak sangat canggung menghadapi Covid-19 yang sudah melanda lebih dari 50 negara di dunia. Tapi Indonesia tetap menyatakan negara yang zero Covid-19. Untuk meyakinkan hal ini, berbagai cara dilakukan Pemerintah lewat mulut para pejabatnya.
Namun pertahanan ini ternyata tak bertahan lama. Terutama setelah pada awal Maret, justru Jokowi sendiri yang langsung mengumumkan dua WNI positif terinfeksi Covid-19. Akibatnya, seluruh pernyataan dan tesmoni para pejabat plus buzzer Pemerintah, sontak gugur secara moral.
Paling dramatis lagi adalah ketika keesokan harinya (3/3/20) Istana mulai menggunakan thermal scanner (alat pendeteksi panas tubuh) kepada siapa saja, termasuk para anggota Kabinet, yang mau masuk Istana Kepresidenan.
Padahal selama ini para buzzer pendukung Pemerintah gencar memainkan (tagar) #KamiTidakTakutVirusCorona untuk mendukung pernyataan Pemerintah bahwa Indonesia negara bebas Covid-19.
Baca juga: Kabar Gembira! Iuran BPJS Kesehatan Kelas Mandiri Dibatalkan MA
Serangkaian janji yang tak kunjung terpenuhi, ditambah Covid-19 yang kian memukul pertumbuhan ekonomi nasional, memang meruntuhkan pilar moral yang mendukung berdirinya pemerintahan.
Sehingga, lanjut Adhie, kini nasib pemerintahan Joko Widodo tergambar di telapak tangan Megawati. Apabila Ketum PDIP itu membalik telapak tangannya, terbalik pula roda pemerintahannya.
“Kesalahan terbesar Joko Widodo adalah menambah masa edar menjadi dua putaran. Padahal pemerintahan yang berdiri dengan janji-janji yang tak pernah terealisasi, dan kekuatannya hanya ditopang oleh buzzer di medsos, kemampuannya hanya cukup untuk satu putaran saja,” papar mantan juru bicara Gus Dur ini.