TIKTAK.ID – Direktur Indo Barometer, Muhammad Qodari mengungkapkan bahwa alasan mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpasangan dengan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, demi menghindari polarisasi di tengah masyarakat.
Kemudian Qodari menyinggung soal kerusuhan di Amerika Serikat oleh massa Donald Trump, pascakemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden. Ia mengatakan fenomena polarisasi politik tersebut bahkan dialami negara yang usianya sudah ratusan tahun. Oleh sebab itu, Qodari merasa khawatir kondisi serupa sangat mungkin terjadi di Indonesia.
“Sekarang pertanyaannya, di Amerika yang negara sudah lama 245 tahun, Indonesia 76 tahun, dengan kualifikasi ekonomi dan pendidikan yang begitu tinggi, tapi orang kok bisa karena identitas dan emosi, menjadi terbelah sedemikian rupa,” ujar Qodari melalui Program Mata Najwa di Trans 7, Rabu (17/3/21) malam, seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Menkumham Akan Teliti Kelengkapan Berkas Demokrat Kubu Moeldoko
“Jadi sebaiknya jangan sok-sokan, apa yang terjadi di Amerika nun jauh di sana, tidak terjadi di sini, karena terjadi juga,” lanjutnya.
Menurut Qodari, pada 2014 lalu, pendukung Prabowo sempat berencana untuk datang dan membatalkan pelantikan Jokowi dan Jusuf Kalla pada Sidang Umum MPR. Akan tetapi, kata Qodari, ketika itu Jokowi sudah menyadari situasi dan mengambil langkah yang bisa mencegah hal itu.
“Saat itu ada yang mau mengerahkan massa pendukung Pak Jokowi juga, itu kan gila. Itu bisa terjadi, tapi Pak Jokowi ada solusi, yakni kontak Pak Aburizal Bakrie, dan mendatangi Prabowo ke Istana Kertanagara, cair. Akhirnya tidak jadi diserbu,” jelas Qodari.
Baca juga : Di Tengah Heboh Kudeta Demokrat, Jokowi Ungkap Niatnya Lanjutkan Proyek Hambalang, Kebetulan?
Kemudian Qodari menyebut ketika Prabowo bergabung dengan Kabinet Jokowi pascaPilpres, terjadi kestabilan politik di Indonesia. Ia pun menilai hoaks yang tersebar di media sosial bisa berkurang hingga 80 persen.
“Ketika kita membiarkan polarisasi yang terjadi pada 2014, 2017, 2019, ketika nanti 2024, maka kalau nanti terjadi tawuran nasional, bisa terbelah. Tidak bisa ketemu antara calon presiden, mau ngomong apa kita loh. Lebih baik saya di-bully hari ini, tapi ini gagasan saya barangkali diterima, dipikirkan, ditolak,” terang Qodari.