
Menurut Sri Mulyani, dana realokasi Rp62,3 triliun hanya berasal dari pos belanja Pemerintah Pusat, belum termasuk dari penghematan di pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) maupun dalam APBD 2020. Penghematan dari TKDD bisa mencapai Rp56-59 triliun, lebih besar dari perkiraan awal Sri Mulyani sebesar Rp17,17 triliun.
“Untuk belanja daerah transfer keuangan dana desa, Kemendagri sampaikan dalam sidang Kabinet, kita mengidentifikasi Rp56-59 triliun yang bisa dipakai atau lakukan penghematan untuk reprioritas penanganan COVID-19,” lanjutnya.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membantu mengawasi aliran dana untuk penanggulangan virus Corona, hingga memberikan hukuman mati bagi koruptor.
Baca juga: Sebut Ekonomi 2020 Turun, Jokowi Kambing Hitamkan Corona
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menyatakan pihaknya akan melakukan monitoring atas pelaksanaan program Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, sebagaimana tugas pokok KPK. Ia menyebut tujuannya agar dana yang disalurkan tepat sasaran, tepat guna, efektif, dan bebas dari penyelewengan.
“Jangan sampai anggaran bencana dikorupsi oleh oknum yang tidak punya empati. Kami berharap itu tidak terjadi, masak sih, kondisi rakyat lagi susah terus ada oknum yang korupsi,” tutur Firli saat dihubungi, Rabu (18/3/20).
Firli pun mengingatkan, adanya ancaman hukuman mati bagi siapa saja yang menyelewengkan dana bantuan bencana. Ancaman pidana mati itu, lanjut dia, diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Masalah wabah virus Corona adalah bencana non-alam. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanganan termasuk mengalokasikan anggaran. Untuk itu, kita memberi dukungan seluruh langkah yang diambil karena penyelamatan kehidupan itu menjadi prioritas,” ucap Firli.
.










