
TIKTAK.ID – Kondisi politik yang stabil saat ini disebut-sebut telah membantu perekonomian Indonesia. Salah satu faktornya yakni keputusan Prabowo Subianto, rival dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yang bergabung di Pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan.
Mantan Menteri Luar Negeri Singapura, George Yeo, melalui artikel media asing Financial Times berjudul “Indonesia’s Gnexpected Success Story”, menyebut Indonesia adalah penganut sistem demokrasi dengan karakteristik orang Jawa.
“Bahwa kita akan kampanye dengan keras, kita bakal memanggil nama satu sama lain. Namun saat surat suara dihitung dan kita semua tahu berapa proporsi relatifnya, kita akan membentuk Kabinet koalisi,” ungkap George, pada Rabu (28/9/22), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Petinggi Gerindra Buka-bukaan Sosok Paling Potensial Dampingi Prabowo di Pilpres 2024
George menilai kondisi itu membuat Indonesia stabil dalam berbagai hal, karena demokrasi terpimpin yang dianut Indonesia tidak merugikan kawan dan lawan.
Dia lantas menyinggung bergabungnya Prabowo ke dalam Pemerintahan Jokowi. George mengatakan Prabowo dan Jokowi sempat berkampanye dengan sengit jelang Pilpres 2019 silam, tapi sekarang bergabung ke Pemerintahan menjadi Menteri Pertahanan.
Bahkan tidak hanya di bidang politik, George menilai ekonomi Indonesia pun stabil usai Prabowo memutuskan untuk bergabung ke dalam Kabinet Jokowi. Dia melanjutkan, investor menyebut stabilitas politik tersebut telah membantu perekonomian.
Baca juga : KIB Sindir Balik NasDem yang Belum Dapat Rekan Koalisi
Menurut George, dengan Inflasi yang relatif rendah, Bank Sentral Indonesia hanya menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, yaitu pada Agustus, menjadi 3,75 persen. Perbankan juga masih sehat dan ekspor booming, tidak hanya dari komoditas.
Kemudian George menyatakan Omnibus Law yang ditandatangani oleh Jokowi untuk melonggarkan peraturan ketenagakerjaan guna membantu penciptaan lapangan kerja, juga sudah mendorong lebih banyak investasi asing. Pasalnya, kata George, sejumlah produsen mendiversifikasi manufaktur jauh dari China.
Tidak hanya itu, George menyebut banyak ekonom juga menganggap kalau ekspor komoditas utama Indonesia, di antaranya batu bara dan minyak sawit, masih memiliki peran yang besar dalam mendorong pertumbuhan. Walaupun harga komoditas bisa mulai kehilangan tenaga pada tahun ini, lantaran ekonomi Barat yang melambat.