Data tersebut menempatkan Jatim sebagai daerah dengan kasus positif tertinggi setelah DKI. Sejumlah analis kesehatan bahkan khawatir Jatim bisa melewati kasus positif di DKI.
“Jadi masyarakat Jatim lama-lama berpikir seperti sedang mengalami kekosongan. Masyarakat tak butuh pertikaian, tapi kolaborasi, mereka harus bersama-sama. Itu selesaikan lah cara baik-baik lah di antara mereka,” kata Suko.
Baca juga : Pesawat Tanpa Awak Dipilih Jokowi Jadi Proyek Strategis Nasional 2020-2024
Senada, pengamat politik dari Universitas Brawijaya Wawan Sobari curiga hubungan antara Khofifah dan Risma pada dasarnya tak terjalin baik.
“Jadi seperti ada relasi yang enggak bagus,” kata Wawan.
Hubungan yang tak baik itu berimbas pada cara kedua pemimpin menerjemahkan wewenang antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota seperti dalam kasus bantuan Mobil tes PCR dari BNPB.
“Kan peraturan desentralisasi itu clear, kalau urusan levelnya kota ya silakan itu urusannya kota. Tapi kalau lintas kota ya itu kewenangannya provinsi,” kata dia.
Baca juga : Anies, Prabowo, Ganjar, Sandi Siapa yang Layak jadi Presiden Setelah Jokowi?
Dalam kasus ini Wawan tak menyebut siapa yang berhak mendapat mobil tersebut. Ia malah menyoroti BNPB yang tak secara tegas menjelaskan kepada siapa mobil tersebut diberikan.
Terlepas dari apapun pemicunya, menurut Wawan persoalan tersebut seharusnya bisa diatasi dengan “kepala dingin”. Ia pun meminta agar Khofifah dan Risma bertemu untuk mencari solusi terbaik dan berkoordinasi mengenai pelbagai persoalan penanganan Covid-19.
Ia juga meminta agar pihak BNPB di level pusat untuk turun tangan mempertemukan mereka agar persoalan bantuan Mobil tes PCR Covid-19 bisa diselesaikan dengan baik.
Baca juga : Meski Besanan, Soeharto Ternyata Pernah Marah ke Ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo
“Jangan keliatan yang tidak kompak dari pemerintah dalam menangani Covid-19. Jangan sampai menimbulkan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah,” kata dia.