TIKTAK.ID – Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo ikut buka suara terkait kasus mahasiswa yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) King of Lip Service dan Wapres Ma’ruf Amin King of Silent. Ganjar mengatakan bahwa kritik kepada presiden dan wapres adalah hal biasa.
Ganjar menyampaikan hal itu dalam webinar “Strategi Komunikasi Presiden dan Kepala Daerah dalam Penanganan Pandemi COVID-19”, pada Jumat (9/7/21).
“Saya kepengen kok diskusi sama mahasiswa. Kalian boleh bicara Pak Jokowi King of Lip Service, Anda boleh bicara Pak Wapres King of Silent, Anda boleh sampaikan, silakan, karena saya dulu juga gitu he-he-he,” ujar Ganjar, seperti dilansir detik.com.
Baca juga : Jokowi Bakal Bagi-bagi Paket Obat Covid-19 Gratis, Ini Syaratnya
Politikus PDIP tersebut pun mengaku jika dirinya pun dulu kerap melakukan demo.
“Juga gitu sih, jadi biasa sajalah. Dulu kita juga suka demo gitu, enggakpapa,” imbuhnya.
Meski begitu, Ganjar mengingatkan dalam situasi pandemi Corona ini agar tidak melakukan aksi turun ke jalan. Ia menegaskan, kecerdasan emosional diperlukan saat ini.
Baca juga : Mereka yang Angkat Bicara Saat Abdillah Toha Kritik Lingkaran Dekat Jokowi
“Hanya saja kalau hari ini ada yang demo turun ke jalan, ya enggaklah, wong kita ada seperti ini kok. Mengapa kita tidak maki-maki atau misuh-misuh di webinar gini, ini butuh kesadaran, kita boleh cerdas di sini, kalau di sini enggak cerdas, enggak bisa. Kalau emosional kita enggak cerdas, enggak bisa, maaf saja,” ucap Ganjar.
Sebelumnya, Jokowi sempat menanggapi postingan BEM UI terkait “Jokowi King Of Lip Service”. Jokowi menilai bahwa hal itu merupakan bentuk ekspresi kritik dari mahasiswa.
“Saya kira ini adalah bentuk ekspresi mahasiswa. Ini negara demokrasi, jadi kritik boleh-boleh saja,” tutur Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/21).
Baca juga : Prabowo: Tak Ada Kawan dan Lawan Abadi, yang Ada Hanya Kepentingan Abadi
Menurut Jokowi, pihak universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa dalam menyampaikan ekspresi. Akan tetapi, pria asal Solo tersebut mengingatkan adanya budaya tata krama dan sopan santun.
“Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi, namun ingat, kita ini mempunyai budaya tata krama dan budaya kesopansantunan. Jadi saya kira biasa,” tegasnya.