“Tidak boleh ada yang disembunyikan dari publik. Lagipula, mesti diingat, Undang-Undang mengatur publik, tentu saja publik perlu mengetahui setiap bagian dari proses ini dengan baik,” ujarnya.
Bivitri menambahkan, sudah ada 4 draf RUU Cipta Kerja yang beredar di publik melalui media sosial. Pertama versi berjumlah 1.028 halaman, yaitu versi awal yang tersedia di website DPR; kedua, versi berjumlah 905 halaman, yang beredar pada 5 Oktober; ketiga versi berjumlah 1.052 halaman, yang disebut sudah bersih dari kesalahan ketik; keempat, versi berjumlah 1.035 halaman, yang beredar 11 Oktober, dan disebut untuk dikirim ke Presiden.
Baca juga : Terapkan PSBB Transisi Tahap II, Berikut 7 Aturan Baru dari Anies untuk Warga Jakarta
Kembali ditegaskan Bivitri, tampak sekali telah terjadi praktik tidak lazim sebuah Undang-Undang yang belum bisa dibaca naskah finalnya, tapi sudah disetujui bersama. Padahal mestinya tidak bisa, ada suatu naskah yang disetujui tanpa yang menyetujui tahu isinya.
“Ketok palu bukan terhadap DIM (Daftar Inventarisasi Masalah, alat pembahasan berbentuk tabel pasal-per-pasal dan perubahannya), melainkan terhadap suatu naskah RUU. Kita tidak bisa hanya berbicara soal tidak ada teks pasal yang mengatur bahwa persetujuan mensyaratkan naskah final. Kita berbicara nilai-nilai konstitusional dan cara-cara demokratis,” tegas Bivitri.
Kembali Bivitri menegaskan, publik harus diberi tahu dan kejelasan, terkait mana yang sebenarnya akan disahkan dan diundangkan. Hal itu lantaran ada banyak pihak yang juga ingin segera menganalisis RUU tersebut secara kritis.