TIKTAK.ID – Kapal tanker Iran yang membawa minyak untuk Lebanon telah berlabuh di Suriah. Kapal tanker Faxon yang membawa sekitar 33 ribu metrik ton bahan bakar minta onboard itu berlabuh di Baniyas, Suriah, yang berjarak sekitar 60 km di utara perbatasan Lebanon–Suriah.
Minyak-minyak tersebut selanjutnya akan dikirim melalui jalur darat menggunakan sekitar 1300-an truk tangki ke Lebanon.
Berlabuhnya Faxon ini dilaporkan layanan pelacakan minyak independen TankerTrackers.com. Dalam sebuah tweetnya, pada Selasa (14/9/21), layanan pelacakan menunjukkan keberadaan kapal tanker Iran Faxon di lepas pantai Baniyas, seperti yang dilansir Sputnik.
TankerTrackers juga menampilkan gambar Faxon menggunakan satelit dari perusahaan pencitraan bumi swasta Planet Labs yang berbasis di AS. Bersamaan dengan Faxon, gambar tersebut menunjukkan lusinan tangki penyimpanan minyak besar di pedalaman dari pantai. Baniyas dikenal memiliki kilang minyak utama, pembangkit listrik, dan infrastruktur energi lainnya.
Layanan memperkirakan bahwa Faxon berisi sekitar 33.000 metrik ton bahan bakar minyak onboard, cukup untuk 1.310 truk tangki. Pekan lalu, laporan media mengindikasikan bahwa bahan bakar akan dikirim ke Lebanon dengan truk untuk menghindari kemungkinan sanksi AS –yang telah berulang kali diancamkan Washington untuk dikenakan terhadap negara mana pun yang membeli minyak Iran.
Sebelumnya, pada Senin (13/9/21), Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah mengonfirmasi bahwa kapal tanker Iran pertama yang membawa pasokan bahan bakar darurat ke Lebanon berlabuh di Suriah pada Minggu, dan mengindikasikan bahwa minyak gas harus sampai ke Lebanon pada Kamis.
Nasrallah, yang partainya memungkinkan membuat kesepakatan bahan bakar dengan Iran, mengatakan bahwa kapal tanker Iran kedua akan tiba di Baniyas dalam beberapa hari mendatang, dengan dua lagi, yaitu satu membawa bensin dan satu lagi bahan bakar minyak, akan tiba setelah itu.
Setelah masuk ke Lebanon, truk bahan bakar pertama akan segera didistribusikan ke rumah sakit untuk membantu pembangkit listrik darurat, selanjutnya dikirim ke daerah lain.
Lebanon mengalami krisis bahan bakar selama berbulan-bulan, sejak awal tahun ini setelah Pemerintah mengalami keruntuhan ekonomi yang dimulai pada pertengahan 2019 dan semakin terpuruk dengan adanya wabah Covid-19.
Krisis tersebut mendorong perusahaan utilitas listrik negara Mediterania untuk mengurangi pembangkitan secara dramatis, dan telah memaksa bisnis dan rumah tangga untuk bergantung pada generator pribadi bertenaga bahan bakar minyak atau hidup tanpa listrik.
Hizbullah sendiri menyebut perjanjian bahan bakar dengan Iran sebagai kemenangan besar “dalam menghadapi penindasan AS dan kejahatannya terhadap kemanusiaan”, dan menuduh Amerika terlibat dalam “pengepungan” Lebanon, serta bersumpah untuk melanjutkan perlawanan.
Pekan lalu, seorang pejabat Iran mengindikasikan bahwa Teheran siap untuk menjual pasokan bahan bakar tambahan kepada Pemerintah Lebanon atau bisnis individu di Lebanon jika diminta.