Kemunduran AS dari perjanjian nuklir dibarengi dengan dijatuhkannya sanksi oleh AS kepada Iran. Tak hanya itu, AS mengancam tiga negara Eropa yang terlibat dalam perjanjian akan juga dijatuhi sanksi jika bertransaksi bisnis dengan Iran. Ketiga negara Eropa itu pun tunduk kepada Trump dan memutus hubungan bisnis dengan Iran.
“Ketika perusahaan-perusahaan UE mulai menolak keras kesediaan mereka untuk melakukan bisnis dengan Iran karena takut akan sanksi sekunder AS, Iran berhak menyatakan bahwa UE juga melanggar perjanjian nuklir,” tulis Scott dalam artikel berjudul “How Europe betrayed Iran: By triggering JCPOA diispute mechanism, EU helps Trump finish job of killing the Iran nuclear deal” yang dimuat di RT, Selasa 15 Januari 2020.
Menurut Scoot, perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) pada dasarnya, merupakan mekanisme pembangunan kepercayaan komprehensif yang dimaksudkan untuk membangun kepercayaan antara Iran dan komunitas internasional. Seiring waktu, Iran konsisten dengan perjanjian, dan menyatakan “Iran menegaskan kembali bahwa dalam keadaan apa pun Iran tidak akan pernah berupaya, mengembangkan atau memperoleh senjata nuklir.”
Baca juga: Iran Ingatkan Inggris Tak Ikut Campur Urusan Domestik Republik Islam
Scoot melanjutkan, ketika perjanjian nuklir disepakati pada Juli 2015, dunia seolah diberi harapan baru bahwa krisis atas kemampuan pengayaan nuklir Iran. Nuklir Iran yang awalnya akan dapat mengancam dunia dengan peperangan, telah diselesaikan, dan diplomasi telah menang atas konflik bersenjata.
Namun dengan memutuskan mekanisme penyelesaian sengketa, Eropa menurut Scoot secara sadar dan sengaja telah memulai suatu proses yang hanya dapat memiliki satu hasil, yaitu batalnya perjanjian nuklir Iran.
Halaman selanjutnya…