TIKTAK.ID – Yordania memperingatkan Israel bahwa rencana aneksasinya untuk mencaplok sebagian besar wilayah Palestina memiliki konsekuensi yang lebih luas bagi perdamaian di kawasan itu dan “bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya”, tulis Aljazeera.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi saat berkunjung ke Ramallah di Tepi Barat pada Kamis (18/6/20) ketika bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Pertemuan itu dilakukan dalam rangka koordinasi dan konsultasi berkelanjutan antar kedua negara mengenai masalah aneksasi Israel.
Pertemuan itu merupakan upaya Yordania untuk merespons rencana Israel mencaplok permukiman Yahudi yang dibangun secara ilegal di Tepi Barat dan Lembah Yordan yang kaya akan air. Rencana aneksasi Israel merupakan lampu hijau Washington sebagai bagian dari rencana kontroversial Presiden Trump yang disampaikan pada Januari lalu.
Tentu saja Palestina menolak proposal Trump mentah-mentah karena sangat jelas sekali lebih condong dan menguntungkan Israel.
“Posisi yang saya emban hari ini adalah posisi bersejarah permanen Kerajaan untuk berdiri bersama saudara-saudara Palestina kami dan hak mereka untuk kebebasan dan untuk mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai Ibu Kotanya,” kata Safadi pada konferensi pers bersama dengan rekannya dari Palestina, Riyad al-Maliki di Ramallah.
“Kami telah mengatakan di masa lalu bahwa aneksasi berarti bahwa Israel telah memilih konflik atas perdamaian dan itu artinya akan memikul tanggung jawab atas keputusannya,” tambahnya, menyebut masalah aneksasi “bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi proses perdamaian”.
“Konsekuensi [dari aneksasi] tidak hanya pada hubungan Israel-Yordania tetapi juga pada seluruh upaya perdamaian di wilayah tersebut,” kata Safadi.
Sementara itu al-Maliki dalam konferensi pers yang sama memuji upaya Yordania.
“Saudara-saudara Yordania melakukan upaya yang kuat dan berani di seluruh dunia sebagaimana terbukti dalam upaya Raja Abdullah yang berusaha mencegah Israel melanjutkan rencana-rencananya kepada Kongres Amerika,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengatakan kepemimpinan Palestina dan Yordania berbagi posisi yang sama terkait pencaplokan dan masalah lainnya.
“Prakarsa perdamaian Arab, akhiri pendudukan, mewujudkan kemerdekaan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya, dengan perbatasan pada kesepakatan 1967”, tulisnya di Twitter.
Jordan dan Mesir merupakan dua negara Arab yang memiliki perjanjian damai dengan Israel.
Sebelumnya pada Selasa (16/6/20), Raja Yordania Abdullah II berbicara kepada para pemimpin Kongres Amerika melalui konferensi video untuk membahas hubungan strategis Yordania-Amerika dan untuk menggalang dukungan terhadap aneksasi yang direncanakan.
Pada pertemuan itu, Abdullah menegaskan kembali sikap Yordania tentang pentingnya “mendirikan negara Palestina yang merdeka, berdaulat dan layak”, menurut sebuah pernyataan dari pengadilan Kerajaan.
Rezim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya akan memulai proses aneksasi mulai 1 Juli.
Langkah yang direncanakan itu akan membuat orang-orang Palestina kehilangan lahan pertanian dan sumber daya air utama, terutama di wilayah Lembah Yordan. Hal itu juga akan secara efektif membunuh “solusi dua negara” atas konflik Arab-Israel yang didasarkan pada gagasan tanah untuk perdamaian.
Rencana Trump untuk menciptakan negara Palestina pada akhirnya akan mengalami demiliterisasi dengan sisa-sisa bagian wilayah Palestina yang terpisah-pisah dan kehilangan wilayah Yerusalem Timur, yang diinginkan warga Palestina sebagai Ibu Kota negara mereka.