TIKTAK.ID – Polisi Myanmar menembak mati seorang anak perempuan berusia tujuh tahun, dan menjadikannya sebagai korban termuda dalam kekerasan kudeta militer di Myanmar yang terjadi sejak bulan lalu.
Anak perempuan bernama Khin Myo Chit itu menurut keluarganya ditembak mati polisi ketika berlari menuju sang Ayah, dalam penyergapan polisi ke rumah mereka di kota Mandalay, Selasa (23/3/21).
Kakak perempuan Khin Myo Chit menceritakan kepada BBC bahwa polisi telah menggeledah semua rumah di lingkungan mereka di Mandalay pada Selasa sore, ketika mereka akhirnya memasuki rumah untuk mencari senjata dan melakukan penangkapan.
“Mereka menendang pintu,” kata May Thu Sumaya, 25 tahun. “Ketika pintunya terbuka, mereka bertanya kepada ayah saya apakah ada orang lain di rumah itu.”
“Ketika dia mengatakan tidak, mereka menuduhnya berbohong dan mulai menggeledah rumah,” katanya.
Saat itulah Khin Myo Chit berlari ke arah ayah mereka untuk duduk di pangkuannya. “Kemudian mereka menembak dan memukulnya,” kata May.
Dalam wawancara terpisah dengan outlet media komunitas Myanmar Muslim Media, ayah mereka U Maung Ko Hashin Bai menjelaskan kata-kata terakhir anaknya. “Dia berkata, ‘Aku tidak bisa, Ayah, ini terlalu menyakitkan’.”
Dia mengatakan putrinya meninggal hanya setengah jam kemudian ketika dilarikan dengan mobil untuk mendapatkan perawatan medis. Polisi juga memukuli dan menangkap putranya yang berusia 19 tahun.
Militer belum berkomentar atas kematian anak itu.
Dalam sebuah pernyataan, Save the Children mengatakan pihaknya merasa “ngeri” dengan kematian gadis itu, yang terjadi sehari setelah seorang bocah lelaki berusia 14 tahun dilaporkan ditembak mati di Mandalay.
“Kematian anak-anak ini sangat memprihatinkan mengingat mereka dilaporkan dibunuh saat berada di rumah, di mana mereka seharusnya aman dari bahaya. Fakta bahwa begitu banyak anak dibunuh hampir setiap hari sekarang menunjukkan pengabaian terhadap nyawa manusia oleh junta militer,” kata kelompok itu.
Save the Children juga melaporkan setidaknya lebih dari 20 anak di antara puluhan yang telah terbunuh di Myanmar.
Militer Myanmar terus meningkatkan tindak kekerasannya untuk menghadapi protes rakyat yang terus berlanjut.
Junta militer mengatakan 164 orang tewas selama protes berlangsung, sementara kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) menyebutkan korban tewas sedikitnya 261 orang.
Sambil menyampaikan kesedihannya atas banyaknya korban jiwa karena protes atas kudeta, militer menyalahkan mereka sambil menuduh tindakan anarkis dan kekerasan sebagai alasan kematian pengunjuk rasa.
Padahal dalam sejumlah laporan, militer menggunakan peluru tajam untuk meredam pengunjuk rasa, bahkan banyak saksi mata yang mengatakan tentara memukuli dan bahkan menembak orang-orang ketika melakukan penggerebekan ke rumah-rumah untuk menangkap aktivis dan pengunjuk rasa.
AAPP mengatakan setidaknya 2.000 orang telah ditangkap dalam tindakan keras sejauh ini.
Para pengunjuk rasa telah merencanakan pemogokan secara diam-diam dengan banyak tempat bisnis yang akan ditutup dan orang-orang berdiam diri di rumah. Ada juga rencana untuk lebih banyak menyalakan lilin pada malam hari sebagai bentuk keprihatinan, baik di Yangon maupun di tempat lain.