TIKTAK.ID – Lembaga survei Charta Politika diketahui telah melakukan simulasi pasangan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2024. Dalam simulasi itu, terdapat tiga pasangan Capres-Cawapres yang diusung.
Ketiganya adalah pasangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Menteri BUMN Erick Thohir, pasangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan pasangan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto-Ketua DPR Puan Maharani.
Hasil survei itu menyatakan bahwa pasangan Ganjar-Erick menduduki peringkat teratas dengan meraih elektabilitas sebesar 33,9%. Setelah itu, disusul oleh Anies-AHY yang meraih elektabilitas sebesar 26,2% dan di posisi terakhir ditempati pasangan Prabowo-Puan dengan perolehan sekitar 20,3%. Sedangkan jumlah responden yang tidak menjawab atau tidak tahu ada sekitar 19,6%.
Baca juga : Hasil Survei Populi Center Ungkap 74,9 Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi
Survei tersebut dilakukan pada 29 November-6 Desember 2021 lewat wawancara tatap muka secara langsung dengan memakai kuesioner terstruktur. Jumlah sampel terdapat sebanyak 1.200 responden, yang tersebar di 34 Provinsi. Metodologi yang dipakai yakni metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ± (2.83%) pada tingkat kepercayaan mencapai 95%.
Tidak hanya itu, pasangan Ganjar-Erick juga disebut-sebut sebagai Capres dan Cawapres yang paling diminati generasi milenial dan gen z. Sebab, mereka dianggap memiliki kinerja yang baik dan mampu menyelesaikan permasalahan nasional.
Peneliti Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati memprediksi Capres dan Cawapres dalam Pilpres 2024 bakal didominasi oleh kandidat muda yang kini memiliki jabatan publik.
Baca juga : Bahar bin Smith Dipolisikan lagi, Kali Ini Soal Apa?
Dia pun menilai fenomena tersebut wajar, lantaran masyarakat ingin melihat transisi kepemimpinan nasional di 2024, dan tak mempunyai keterikatan dengan masa lalu. Dia menjelaskan, figur baru dan muda juga diharapkan bisa melakukan estafet kepemimpinan nasional.
Menurut Wasisto, munculnya kandidat pemimpin dari kalangan muda itu akibat menguatnya persepsi pemimpin populis.
Dia melanjutkan, calon pemilih pemula saat ini tidak lagi memilih berdasarkan sosok kharismatik sebagai satu-satunya tolok ukur seperti di era sebelumnya.
Baca juga : Gerindra Sindir Partai yang ‘Mengkarbit’ Anak Ketumnya, Demokrat Malah Bangga
“Pemilih pemula tak lagi memilih pemimpin hanya berdasarkan karismatik, jargon, atau dinasti politik. Kemudian pemilih milenial dan gen Z tak suka dengan sesuatu yang formal dan terlalu simbolis, melainkan ingin yang realistis,” tutur Wasisto dalam keterangan pers, Minggu (19/12/21), mengutip Bisnis.com.