
TIKTAK.ID – Banjir besar yang menghantam beberapa negara di Eropa dan juga China mengejutkan banyak pihak. Sehingga muncul pertanyaan terkait kesiapan menangani bencana banjir dan kekhawatiran bencana banjir akan meluas ke banyak negara.
Kekhawatiran tersebut kemudian diamini oleh sebuah studi terbaru yang menunjukkan bahwa persentase populasi global yang berisiko terkena banjir telah meningkat hampir seperempat kalinya sejak 2000.
Para peneliti menggunakan gambar satelit untuk mendokumentasikan kenaikan risiko banjir, dan menemukan kemungkinan risiko yang jauh lebih besar daripada yang diprediksi oleh model komputer. Analisis tersebut menunjukkan bahwa migrasi dan meningkatnya jumlah kejadian banjir menjadi penyebab peningkatan pesat bencana itu, seperti yang dilaporkan BBC, Kamis (5/8/21).
Studi itu mengatakan bahwa pada 2030, jutaan orang lainnya akan mengalami risiko peningkatan banjir karena perubahan iklim dan demografi. Para peneliti juga mencatat bahwa banjir menjadi bencana lingkungan yang paling berdampak terhadap banyak orang daripada bencana yang lain.
Pandangan itu telah bergema di seluruh dunia dalam beberapa pekan terakhir, setelah banjir besar yang menghancurkan kehidupan dan harta benda di sejumlah negara di Eropa dan juga di China.
Di Jerman dan China, curah hujan yang tinggi membuat bendungan jebol, di tengah perdebatan tentang tingkat persiapan negara terhadap bencana banjir.
Ketika Badai Harvey melanda Texas pada 2017, sekitar 80.000 rumah terendam banjir, padahal di wilayah itu bukan termasuk peta risiko bagi Pemerintah.
Dalam studi baru ini, para peneliti melihat citra satelit harian untuk memperkirakan tingkat banjir dan jumlah orang yang terpapar lebih dari 900 peristiwa banjir besar antara 2000 dan 2018.
Mereka menemukan bahwa antara 255 dan 290 juta orang terkena dampak langsung -dan antara 2000 dan 2015, jumlah orang yang tinggal di lokasi banjir ini meningkat 58-86 juta.
Ini menunjukkan peningkatan 20-24 persen dalam populasi dunia yang terkena banjir, sekitar 10 kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Peningkatan itu tidak merata di seluruh dunia. Negara-negara dengan peningkatan paparan banjir terutama di Asia dan Afrika sub-Sahara.
Sekitar 90 persen dari peristiwa banjir yang diamati oleh para ilmuwan berada di Asia Selatan dan Tenggara, di sekitar lembah sungai besar termasuk Indus, Gangga-Brahmaputra dan Mekong.
“Kami menemukan banyak banjir di Asia Tenggara daripada tempat lain, karena pergerakannya sangat lambat dan awan bergerak, dan kami bisa mendapatkan gambaran banjir yang sangat jelas,” terang Ketua Peneliti Dr Beth Tellman dari University of Arizona dan Chief Science Officer di Cloud to Street, platform pelacakan banjir global.
“Tapi ada juga banyak banjir yang berdampak sangat tinggi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Ada juga populasi manusia yang besar yang menetap di dekat sungai untuk alasan yang sangat penting [seperti] pertanian,” jelas Dr Tellman. Namun dia menambahkan bahwa ini “sayangnya juga membuat banyak orang terdampak banjir”.
Para peneliti mengatakan bahwa pendorong utama banjir adalah curah hujan yang tinggi, badai tropis atau gelombang pasang dan salju dan es yang mencair. Jebolnya bendungan mewakili kurang dari 2 persen banjir tetapi memiliki insiden peningkatan korban terdampak tertinggi.
Di masa depan, para peneliti memperkirakan jumlah yang berisiko banjir akan terus meningkat.
Mereka memperkirakan bahwa pada 2030, akan ada tambahan 25 negara yang mengalami peningkatan banjir selain 32 negara yang terkena dampak saat ini.