“Banyak tanya, apakah turun karena online? Saya katakan tidak. Karena ekonomi perdagangan online volume bisnisnya hanya 8 persen dari total perdagangan. Sisanya 92 persen perdagangan biasa, jadi tidak benar,” jelasnya.
Menurut Rizal, penjualan merosot karena pertumbuhan kredit di Indonesia hanya menyentuh angka 6,02%. Padahal, bila pertumbuham ekonomi mencapai angka normal di 6,5%, kredit akan tumbuh sekitar 15-18%.
“Tidak salah, daya beli turun, penjualan merosot. Pertumbuhan kredit hanya 1/3 dari angka normal, makanya penjualan susah banget, peredaran uang juga terbatas, karena tersedot untuk membayar hutang,” tegasnya.
Baca juga: Jokowi Tegur Ridwan Kamil: Percuma Ekonomi Tumbuh Baik tapi di Provinsi Bapak TBC Masih Tinggi
“Mengapa setiap Menkeu menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), 1/3 dana di bank itu tersedot dipakai untuk beli SUN karena dijamin 100 persen. Kemudian bunganya lebih mahal 2% dari deposito. Itulah mengapa di bawah, uang seret sekali. Tahun ini prediksi saya pertumbuhan kredit 4 persen, akan lebih merosot lagi,” lanjutnya.
Indikator ketiga krisis ekonomi di Indonesia, menurut Rizal yakni kasus gagal bayar Jiwasraya oleh Pemerintah.
“Ini hanya sebagian total Rp 33 triliun, tapi perkiraan saya ada reksadana yang nggak mampu bayar, dana pensiun dan lainnya, total Rp 150 triliun. Jadi ekonomi kita ibarat petinju itu udah goyang kebanyakan utang, dengan gagal bayar ini ya jadinya krisis,” paparnya.
Selanjutnya yang ke-4, Rizal melihat ekonomi digital akan mengalami koreksi valuasi. Dan yang terakhir, banyak petani di Indonesia gagal panen yang akan memperparah kondisi ekonomi.
Baca juga: SWF: Jurus Sakti Terbaru Jokowi Kuatkan Ekonomi dan Sumber Dana Pembangunan
Halaman selanjutnya…