Selama bertahun-tahun, Twitter telah mendapat kritik karena tidak bertindak tegas atas tweet kontroversial Presiden Trump, yang meliputi serangan pribadi terhadap rival politik dan teori konspirasi.
Bulan ini platform dengan logo burung berwarna biru itu memperkenalkan kebijakan baru tentang informasi menyesatkan di tengah pandemi virus Corona.
Atas peringatan dari Twitter itu Trump sewot. Pada Rabu ini ia mencuit mengancam akan “mengatur” ketat dan bahkan “menutup” platform media sosial. Dia melanjutkan bahwa Partai Republik merasakan platform Twitter “benar-benar membungkam konservatif” dan dia berjanji tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Baca juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Diseret ke Meja Hijau Atas Kasus Penyuapan, Penipuan dan Pengkhianatan
Trump bahkan menuduh Twitter mencampuri pemilihan presiden Amerika yang dijadwalkan pada 3 November 2020, dengan mengatakan perusahaan itu “sepenuhnya menahan kebebasan berbicara, dan saya, sebagai presiden, tidak akan membiarkan hal itu terjadi”.
Dengan lebih dari 52.000 tweet sampai saat ini, Trump merupakan pemimpin negara yang menggunakan Twitter paling produktif dan mengandalkan platform itu untuk menyebarluaskan pandangannya kepada jutaan orang.
Dia telah menggunakan Twitter untuk meluncurkan serangan pada lawan-lawannya, dengan target mulai dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un hingga lawan politiknya di Amerika.
Pada 2017, Trump menggunakan cuitan anti-Muslim-nya yang ditujukan kepada Wali Kota London, Sadiq Khan dengan tujuan politik domestik terkait imigrasi, menurut laporan wartawan BBC Amerika Utara Anthony Zurcher.