
TIKTAK.ID – Keputusan Maroko untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel dalam sebuah kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat telah memunculkan reaksi global yang beragam.
Dilansir dari Al Jazeera, pada Kamis (10/12/20), Maroko menjadi negara Arab keempat sejak Agustus yang memutuskan untuk mengubah posisinya menjadi sahabat Israel. Sebelumnya, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan sudah mengukuhkan perkawanannya lebih dulu.
Sebagai bagian imbalannya, Presiden AS Donald Trump setuju untuk mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat, di mana telah terjadi perselisihan teritorial puluhan tahun antara Maroko dengan Front Polisario yang didukung Aljazair, sebuah gerakan memisahkan diri yang berupaya untuk mendirikan negara merdeka di bagian wilayah tersebut.
Polisario, yang terdiri dari orang-orang Sahrawi setempat dan telah berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan dari 1975 hingga 1991, mengutuk normalisasi itu dengan istilah upaya Trump untuk memberikan kepada Maroko “apa yang bukan miliknya”.
“Keputusan Trump tidak mengubah sifat hukum masalah Sahara karena komunitas internasional tidak mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat”, bunyi pernyataan itu.
Polisario, yang mengupayakan agar dilakukan referendum untuk penentuan nasib sendiri, mendapat dukungan dari negara tetangga Aljazair, yang juga menyambut ribuan pengungsi Sahrawi.
Maroko menguasai 80 persen tanah yang disengketakan, termasuk deposit fosfat dan perairan penangkapan ikan.
Respons Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, yang negaranya telah memiliki perjanjian damai dengan Israel sejak 1979, menyambut baik pengumuman itu.
El-Sisi memuji kesepakatan itu sebagai “langkah penting menuju stabilitas dan kerja sama regional yang lebih baik” di Timur Tengah.
Oman menyambut baik pengumuman Maroko yang membangun hubungan diplomatik dengan Israel, pada Jumat ini.
Negara Teluk itu mengatakan, pihaknya berharap langkah itu akan memperkuat upaya menuju perdamaian yang langgeng dan adil di Timur Tengah, kata Kementerian Luar Negerinya.
Menteri Luar Negeri Spanyol, Arancha Gonzalez Laya menyambut baik juga pengumuman tersebut namun, dia menolak pengakuan Trump atas Sahara Barat sebagai bagian dari wilayah Maroko.
“Mengenai normalisasi hubungan antara Maroko dan Israel, kami menyambut baik normalisasi itu, karena kami menyambut baik setiap normalisasi yang telah terjadi dalam beberapa pekan terakhir,” kata Laya.
“Mengenai perdamaian antara Israel dan Palestina, itu masih menjadi masalah yang harus diselesaikan. Dan perkara Sahara Barat masih harus diselesaikan. Dan dalam kedua kasus tersebut, posisi Spanyol sangat jelas terkait bahwa Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa perlu menjadi penengah untuk menyelesaikan kedua pertanyaan tersebut,” tambahnya.
Spanyol adalah kekuatan pendudukan di Sahara Barat hingga tahun 1975 ketika negara itu melepaskan kendali administratif ke pemerintahan bersama oleh Maroko dan Mauritania.
Negara ini memelihara hubungan dekat dengan orang-orang Sahrawi dan banyak aktivis Sahrawi telah belajar di Spanyol selama bertahun-tahun.
Menyusul pengumuman tersebut, PBB mengatakan posisinya sama seperti posisi Spanyol bahwa “tidak ada yang berubah” di wilayah Sahara Barat yang disengketakan itu.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres yakin “solusi atas persoalan tersebut masih dapat ditemukan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan”, kata Juru Bicaranya.
Pesan Ketua PBB kepada kedua pihak adalah “untuk menghindari tindakan apa pun yang dapat memperburuk ketegangan,” tambah Juru Bicara itu.
Sementara warga Palestina sendiri mengkritik keras kesepakatan normalisasi itu, dengan mengatakan bahwa negara-negara Arab telah membatalkan tujuan perdamaian dengan melupakan tuntutan lamanya agar Israel menyerahkan tanah yang diduduki …