Muhyiddin menilai, pembangunan terowongan dengan menyambungkan dengan katedral itu belum perlu karena belum ada manfaatnya. Apalagi, ia menambahkan, saat ini juga belum dibutuhkan terowongan karena jumlah orang yang melintasi kedua titik tersebut, Katedral dan Istiqlal, terbilang sedikit.
“Kita merujuk pada fiqhul awwaliyah, mengutamakan yang lebih penting daripada yang penting. Buat apa bangun terowongan, yang namanya toleransi tidak harus dibuktikan ke dalam bangunan. Toleransi adalah penerapan kehidupan bagaimana masyarakat itu damai. Terlebih menurut Muhyiddin, masyarakat Indonesia sudah sangat toleran.
Seperti diketahui, saat mengunjungi Kompleks Masjid Istiqlal, Jumat (7/2/20), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap rencana pembangunan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Jokowi menyebut terowongan itu nantinya merupakan simbol silaturahim antarkedua umat beragama.
Baca juga: Maksud Hati Pamer Wajah Baru Jakarta, Anies Malah Jadi Bulan-Bulanan Warganet
“Ada usulan dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Tadi sudah saya setujui. Ini menjadi terowongan silaturahim. Tidak kelihatan berseberangan, tapi (terjalin) silaturahim,” kata Jokowi di kompleks Masjid Istiqlal saat itu.
Namun tak berapa lama, wacana itu pun menuai pro-kontra. Banyak pihak menyayangkan, ide yang dinilai nyeleneh dan sama sekali tidak substantif itu justru mendapat dukungan Jokowi sebagai Presiden, yang untuk kesekian kalinya dianggap terlalu gemar melakukan pencitraan.