
TIKTAK.ID – Pertemuan antara delapan ketua umum partai politik dengan sejumlah elite politik pada Minggu (8/1/23) menjadi sorotan. Mereka menolak sistem proporsional tertutup dalam ajang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan setuju dengan penolakan sistem proporsional tertutup dalam pertemuan tersebut. Sebab, dia menganggap demokrasi di Indonesia dapat berkembang dan maju jika sistem proporsionalnya terbuka.
“Saya melihatnya iya (kebijakan penolakan tepat). Jadi demokrasi itu bisa berkembang dan maju bila sistemnya terbuka,” ujar Ujang, pada Minggu (8/1/23), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : NasDem Tegaskan Tak Akan Hengkang dari Koalisi Jokowi Meski Menterinya Direshuffle
Ujang juga menilai sistem proporsional terbuka setiap Calon Legislatif (Caleg) bisa berkompetisi dengan sehat.
“Bisa berpacu untuk menang dengan suara terbanyak, nah jadi dengan itulah mereka dapat dilantik jadi anggota DPR,” terang Ujang.
Ujang menjelaskan bahwa jika dilakukan dengan sistem proporsional tertutup, maka anggota DPR hanya dipilih oleh Ketum partai tanpa proses demokrasi.
Baca juga : Tanggapi Kelanjutan Tragedi Kanjuruhan, Mahfud MD: Kalau Mau Saya, Hukum Mati Aja
“Sementara dengan sistem tertutup, anggota DPR yang terpilih itu orang-orang yang diam tidak bergerak yang dipilih oleh Ketum partai, kan seperti itu,” sambung Ujang.
Ujang menyatakan bahwa keputusan saat ini berada di Mahkamah Konstitusi (MK), terkait Indonesia ke depannya bakal menggunakan sistem proporsional seperti apa dalam Pemilu 2024.
“Ini kan pertaruhannya bukan lagi parpol, bukan hanya psikologis, melainkan pertarungannya sedang diproses di MK. Jadi kita tunggu keputusan MK,” tegas Ujang.
Baca juga : Petinggi PPP Tuding Sandiaga Uno yang Kebelet dan Nafsu Pindah Partai
Senada dengan Ujang, Pengamat Politik Adi Prayitno setuju dengan penolakan delapan Ketum parpol terkait sistem proporsional tertutup. Dia menyatakan proporsional tertutup akan melahirkan mazhab politik seperti membeli kucing dalam karung.
“Sangat tepat delapan parpol menolak proporsional tertutup karena berpotensi membunuh demokrasi. Proporsional tertutup akan melahirkan mazhab politik membeli kucing dalam karung. Anggota dewan terpilih bukan pilihan rakyat, namun pilihan partai. Hal ini rumit dan berbahaya bagi demokrasi,” tutur Adi.
Sebelumnya, pertemuan delapan ketua umum dan elite partai politik di parlemen menghasilkan lima hal penting soal sistem Pemilu proporsional tertutup. Pertemuan tersebut digelar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu (8/1/23).