Pihak Saudi belum menanggapi kabar penahanan itu. Penahanan itu adalah tindak lanjut dari tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang membuat ulama, intelektual dan aktivis hak asasi manusia telah ditangkap. Langkah yang disebut sebagai pemberantasan korupsi itu diluncurkan sejak 2017 yang menjaring sejumlah bangsawan, menteri dan pengusaha.
Para kritikus mengatakan kampanye itu adalah bagian dari langkah-langkah Pangeran Mahkota Mohammed, putra raja dan penguasa de facto Kerajaan, untuk mengonsolidasikan cengkeramannya pada kekuasaan.
“Kini kita harus menambahkan Pangeran Faisal ke ratusan tahanan di Arab Saudi yang ditahan tanpa dasar hukum yang jelas,” kata Wakil Direktur HRW di Timur Tengah, Michael Page.
Kerajaan secara sistematis membantah tuduhan penahanan yang tidak adil itu. Pihak berwenang mengatakan tahun lalu Pemerintah menghentikan kampanye anti-korupsi setelah dilancarkan selama 15 bulan, tetapi berjanji akan terus mengejar koruptor.
Baca juga: Tarik Rudal Canggih dan Ratusan Tentaranya dari Arab, Benarkah AS Sedang Bersiap Tinggalkan Saudi?
HRW mengatakan bahwa keberadaan atau status Pangeran Faisal saat ini tidak diketahui.
“Sumber itu mengatakan bahwa Pangeran Faisal tidak secara terbuka mengkritik pihak berwenang sejak penangkapannya Desember 2017 dan bahwa anggota keluarga khawatir tentang kesehatannya karena ia memiliki penyakit jantung,” tambahnya.
Pada akhir Desember 2017, seorang pejabat senior Saudi mengatakan Pangeran Faisal dan seorang anggota Kerajaan lainnya, Pangeran Meshaal bin Abdullah, dibebaskan dari hotel Ritz-Carlton Riyadh, tempat orang-orang yang tertangkap basah dalam upaya anti-korupsi ditahan. Pembebasan itu terjadi setelah tercapai kesepakatan penyelesaian keuangan dengan Pemerintah.