Demikian juga harga-harga kebutuhan dapur. Kita relakan naik ke atas langit-langit sekali pun. Kita harus mafhum se mafhum mafhumnya: Corona telah menyulitkan koordinasi.
Kita adalah bangsa toleran. Yang tidak toleran bisa dianggap ekstrem. Dan tidak Pancasialis.
Baca juga : Wow! Sri Mulyani Blak-blakan Soal Utang dan Kartu Prakerja
Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dolar/barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp5.000/liter.
Kita harus memahami bahwa Pertamina itu juga memiliki kilang sendiri dan sumur minyak sendiri.
Kilang itu memerlukan biaya operasi. Sumur minyak itu harus dijaga jangan sampai mati.
Baca juga : PDIP Bela Jokowi Soal Blusukan Bagi Sembako: Mirip Kisah Khalifah Umar Bin Khattab
Semua itu perlu biaya. Kita lah yang bisa jadi donaturnya.
Itulah sebabnya di Amerika minyak dijual dengan harga serendah apa pun –asal ada yang mau beli. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu hanya memenuhi tangki. Kalau semua tangki sudah penuh, bagaimana?
Itulah persoalannya. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu akan meluber ke mana-mana. Mencemari bumi manusia.
Sumur minyaknya sendiri akan terus mengalirkan minyaknya ke tangki. Tidak bisa ditutup. Kalau krannya diputer mati, kran itu akan jebol –kena tekanan.
Jalan satu-satunya untuk menutup sumur itu: diluluhi semen khusus. Sampai dasar sumurnya di perut bumi. Dibuat mati.
Lalu sumur itu RIP selama-lamanya.
Baca juga : Rumahnya Didatangi Jokowi untuk Diberi Bantuan Sembako, Begini Respons Warga
Kelak, untuk menghidupkan kembali mahal sekali –sama dengan biaya menggali sumur baru.
Halaman selanjutnya…