
TIKTAK.ID – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden mengatakan bahwa China akan membayar mahal pelanggaran hak asasi manusianya. Hal itu disampaikannya ketika menanggapi pertanyaan di acara televisi tentang penanganan minoritas Muslim oleh negara Asia di wilayah paling barat Xinjiang.
Presiden China, Xi Jinping telah menuai kritik global karena menahan minoritas Uighur di kamp-kamp interniran dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya, seperti yang dikutip dari Aljazeera.
“Yah, akan ada dampaknya bagi China dan dia tahu itu,” kata Biden tentang Xi ketika didesak penyiar tentang masalah itu di balai kota yang disiarkan televisi nasional CNN pada Selasa (16/2/21).
Biden menambahkan bahwa AS akan menegaskan kembali peran globalnya dalam menyuarakan hak asasi manusia. Seraya menegaskan bahwa dia akan bekerja dengan komunitas internasional untuk membuat China melindungi minoritas Muslim.
“China berusaha sangat keras untuk menjadi pemimpin dunia dan untuk mendapatkan julukan itu dan mampu melakukan itu mereka harus mendapatkan kepercayaan dari negara lain,” kata Biden dalam perjalanan resmi pertamanya sejak menjabat sebagai presiden pada Januari.
“Selama mereka terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan hak asasi manusia, akan sulit bagi mereka untuk melakukan itu,” tambahnya.
Dalam pembicaraan melalui saluran telepon selama dua jam dengan Xi bulan ini, Biden menekankan prioritas AS untuk melestarikan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, di mana AS dan China adalah saingan strategis utamanya.
Dia juga menyuarakan keprihatinan tentang praktik perdagangan dan masalah hak asasi yang “melakukan pemaksaan dan tidak adil” di Beijing, seperti tindakan keras di Hong Kong, penahanan di Xinjiang, dan tindakan yang semakin tegas di Asia, termasuk terhadap Taiwan, yang diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya.
Sementara itu, China menyangkal tuduhan pelanggaran di Xinjiang, dan mengatakan kompleks yang didirikannya di wilayah tersebut menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu membasmi “ekstremisme dan separatisme Islam”.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan perusahaan China yang pemerintahannya terkait dengan pelanggaran di Xinjiang, dan Presiden Biden, yang menjabat pada 20 Januari, telah menjelaskan bahwa dia berencana untuk melanjutkan pendekatan keras ke Beijing dalam masalah ini dan lainnya.
Awal bulan ini, Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya “sangat terganggu” oleh laporan BBC tentang pemerkosaan sistematis dan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp-kamp interniran etnis Uighur dan Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.
China membantah tuduhan pelanggaran di Xinjiang dan mengatakan laporan itu “sepenuhnya tanpa dasar faktual”.
Sementara menuduh China melakukan pelanggaran hak asasi manusia, tangan AS sendiri juga tak bersih dari pelanggaran hak asasi manusia, salah satunya adalah penjara Guantanamo. Penjara yang dibangun oleh Presiden Goerge Bush pada 2002 ini diduga juga berlumuran dosa hak asasi manusia.
Laporan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menginspeksi kamp pada Juni 2004 menuduh militer AS menggunakan kurungan isolasi, suhu ekstrem, dan penyiksaan terhadap tahanan. Para pemantau menyimpulkan bahwa “penjara itu dibangun untuk mengorek informasi intelijen, telah melakukan kekejaman dan merendahkan martabat manusia dalam bentuk penyiksaan yang disengaja”.
Seperti halnya China yang menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, Pemerintah AS juga dilaporkan menolak temuan Palang Merah saat itu.