Kekerasan yang terjadi di Afghanistan saat ini berisiko mengancam momentum pembicaraan damai Amerika dan Taliban. Namun, Pemerintah Afghanistan sejak awal skeptis bahwa Taliban akan memenuhi kesepakatan untuk tak melakukan kekerasan.
“Jika Taliban tidak dapat mengendalikan kekerasan, atau sponsor mereka sekarang telah mensubkontrakkan teror mereka ke entitas lain -yang merupakan salah satu perhatian utama kami sejak awal- maka tampaknya tidak ada gunanya melanjutkan keterlibatan Taliban dalam pembicaraan damai,” kata Penasihat Keamanan Nasional Pemerintah Afghanistan, Hamdullah Mohib, melalui akun Twitternya.
Kelompok HAM Amnesty International mengutuk keras kedua serangan berdarah itu.
“Kejahatan perang yang biadab di Afghanistan hari ini, menargetkan rumah sakit bersalin dan pemakaman. Ini harus membuat dunia sadar akan kengerian yang terus dihadapi warga sipil,” tulis kelompok itu. “Harus ada pertanggungjawaban atas kejahatan berat ini.”
Baca juga: Beijing Kecam Upaya AS Sanksi China Akibat Wabah Covid-19
Kekuatan asing termasuk Inggris, Jerman, Turki dan Pakistan merilis pernyataan yang mengutuk serangan teror itu.
Pekan lalu, pasukan keamanan menangkap dan menewaskan sejumlah anggota kelompok Negara Islam yang menurut Pemerintah bertanggung jawab atas beberapa serangan di Kabul termasuk salah satunya di kuil Sikh pada Maret lalu. Serta ledakan di tepi jalan di Ibu Kota pada Senin kemarin, yang melukai empat warga sipil, dan diklaim oleh kelompok itu.
Kekerasan di Afghanistan sudah terjadi selama beberapa dekade. Dan di saat jalan damai mulai ditempuh, saat Taliban menyatakan menahan diri untuk menyerang pusat-pusat kota dan operasi yang ditujukan ke pasukan Pemerintah untuk menghormati perjanjian damai mereka dengan Amerika, kini muncul kelompok Negara Islam yang mulai memicu kekerasan baru.