TIKTAK.ID – Elon Musk dikabarkan telah membeli 9,2 persen saham Twitter. Berdasarkan dokumen dari Komisi Sekuritas dan Bursa 13G yang dirilis pada Senin (4/4/22), Musk mengantongi 73.486.938 saham Twitter.
Menurut harga penutupan Twitter pada Jumat (1/4/22), saham itu bernilai US$2,89 miliar atau sekitar Rp41,44 triliun. Musk pun didapuk menjadi pemilik saham terbesar Twitter dari pihak luar.
Seperti dilansir CNN Indonesia, pembelian saham Twitter oleh bos Tesla dan SpaceX tersebut bocor dari dokumen keterbukaan informasi, Senin (4/4/22).
Informasi kepemilikan saham Twitter oleh Elon Musk itu pun cukup mengejutkan, karena beberapa hari sebelumnya, Musk mengaku bakal membuat media sosial lantaran menganggap Twitter mengekang kebebasan berbicara.
Kabar tersebut lantas membuat harga saham perusahaan ini melonjak hingga sekitar 20 persen. Saat ini saham Twitter bernilai sekitar US$3,5 juta atau Rp50,17 triliun.
Untuk diketahui, Musk membeli saham Twitter kurang dari dua pekan usai dia mengkritik perusahaan tersebut melalui sebuah polling. Musk mempertanyakan apakah Twitter mematuhi prinsip kebebasan berbicara atau tidak.
“Mengingat Twitter memiliki fungsi sebagai alun-alun kota publik secara de facto, gagal mematuhi prinsip-prinsip kebebasan berbicara secara fundamental merusak demokrasi,” cuit Musk, Minggu (27/3/22).
“Jadi apa yang harus dilakukan?” imbuhnya.
Sekadar informasi, setiap kali investor membeli saham sebuah perusahaan, mereka harus mengungkapkan pembeliannya dalam sebuah dokumen ke Komisi Keamanan dan Perdagangan. Jadi walaupun saham kurang dari 10 persen di sebuah perusahaan dianggap “pasif” di mata Wall Street, namun dapat menandakan upaya Musk untuk mengambil peran lebih aktif dalam menjalankan Twitter.
Meski begitu, dalam dokumen 13G tidak dijabarkan alasan Musk membeli saham Twitter atau apa rencananya dengan perusahaan ini.
“Saya pikir dia berniat aktif dan memaksakan perubahan di Twitter,” ungkap Dan Ives, analis teknologi Wedbush Securities.
“Ini merupakan kesempatan bagi dewan direksi dan tim manajemen Twitter untuk memulai diskusi,” sambungnya.
Akan tetapi, Ives menilai agak tidak realistis bagi Musk atau siapa pun untuk mencoba membangun platform baru yang bersaing dari awal dengan Twitter. Dia menganggap akan lebih masuk akal jika mencoba mengubah praktik di Twitter itu sendiri.