
TIKTAK.ID – Enam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung diketahui tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menggugat Pasal 9 ayat 2 terkait Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dipilih langsung oleh presiden usai berkonsultasi dengan DPR.
“Kepala Otorita yang tidak dipilih lewat pemilihan umum bisa menodai demokrasi lokal dalam daerah Ibu Kota Negara, dan berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan jika terpilihnya kepala daerah bukanlah dari manifestasi suara rakyat,” begitu bunyi berkas permohonan pemohon yang diakses melalui laman resmi MK, Minggu (12/6/22), seperti dilansir Republika.co.id.
Keenam mahasiswa tersebut menggugat Pasal 5 ayat 4, Pasal 9 ayat 1, dan Pasal 13 ayat 1.
Baca juga : Cak Imin Bidik Sri Mulyani Cawapres 2024, Pengamat: Hanya Sensasi Politik
Berikut ini bunyi pasal-pasal itu:
Pasal 5 ayat 4: “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah Kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.”
Pasal 9 ayat 1: “Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, serta diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.”
Pasal 13 ayat 1: “Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, serta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.”
Baca juga : Jokowi Pamer Beda Harga BBM-Beras di RI dengan Amerika
Adapun para pemohon menilai UU IKN melanggar asas kedaulatan rakyat. Sebab, dalam UU IKN tidak ada aturan soal DPRD, sementara Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih dalam pemilihan umum.
Kemudian para pemohon menyangsikan tata kelola pemerintahan IKN Nusantara dapat berjalan baik tanpa adanya DPRD sebagai representasi rakyat yang bertugas mengawasi setiap kebijakan eksekutif. Mereka juga menganggap UU IKN melanggar asas demokrasi karena rakyat tidak bisa memilih kepala daerahnya sendiri.