Effendi mengaku sejak awal meragukan kapasitas orang-orang yang dipilih duduk sebagai menteri di era kedua kepemimpinan Jokowi.
Baca juga : Prihatin Kondisi Indonesia di Bawah Jokowi, Ibas: Saat Dipimpin Pak SBY Ekonomi Kita Meroket
“Sejak awal sebelum Covid-19, kalau seorang nakhoda didampingi kru-kru kayak model begitu, ya gimana? (Ibaratnya) orang mesin kelola operasi jantung, dokter saraf kelola ini, jadinya enggak karu-karuan. Mbok kembali dululah ke khittah-nya, kembali ke mazhabnya. Negeri ini kan terbangun bukan serta merta, bukan bim salabim, ada prosesnya. Kita bukan superman yang semua tahu, apalagi memahami,” jelasnya.
Karena itu, menurut Effendi, ketika Presiden Jokowi mempertontonkan kepada publik kemarahannya kepada para pembantunya maka rakyat kebanyakan hanya tersenyum saja.
“Kalau presidennya marah-marah, sopo sing milih? Siapa yang milih. Kayak kita memilih seleksi karyawan kan berpulang lagi ke kita (yang memilih). Kalau modelnya enggak ada Covid-19 saja begini, enggak bisa diharap banyak, apalagi dengan Covid-19 ya semakin enggak jalan,” paparnya.
Baca juga : Bela SBY yang Kembali Diusik PDIP, Demokrat Buka-bukaan Adu Fakta
Mengenai keluhan Jokowi soal minimnya serapan anggaran, Effendi mengatakan bahwa dalam penggunaan anggaran ada aturan dan mekanismenya yang diatur dalam Undang-Undang.
“Apa mau dihabisin semuanya? Kan ada mekanismenya, ada aturannya. Saya kira semua PPA (Pejabat Pengguna Anggaran) itu kan kalau misalnya ada apa-apa, the worst itu (kondisi terburuk jika ada kasus hukum, red), kan mereka yang menanggung hukumnya kalau ada kesalahan dari sisi teknisnya,” katanya.
Menurut Effendi, para birokrat itu bukan orang-orang bodoh yang tidak mengerti aturan dalam merealisasikan anggaran.
Baca juga : Prihatin Kondisi Indonesia di Bawah Jokowi, Ibas: Saat Dipimpin Pak SBY Ekonomi Kita Meroket
“Birokrat-birokrat kita ini enggak bodoh-bodoh amatlah. Tapi kan kembali, enggak serta merta (membelanjakan anggaran, red). Pertanyaannya pertama, anggarannya apa iya sudah tersedia 100 persen? Kan enggak juga, belum tentu. Kita coba transparan juga berapa masuk pendapatan negara dari pajak, berapa masuk dari hasil surat utang obligasi dan seterusnya, berapa yang ada di APBN kita, itu kan semua ada tahap-tahapnya diatur dalam semua Undang-Undang yang mengatur pengelolaan negara,” jelasnya.
Halaman selanjutnya…