Sementara itu komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik mengharapkan tak membuat aturan ini menjadi sebuah kewajiban. Ia juga meminta kalau memang aturan ini dijalankan tak memberatkan pasangan yang hendak menikah. Pemerintah juga diminta menyusun teknis yang jelas, termasuk waktu pelaksanaan harus disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan.
“Termasuk sebaiknya dibiayai oleh pemerintah. Sebab, yang membuat ide adalah pemerintah sehingga harus menjadi tanggung jawab pemerintah, ” kata Ahmad di Jakarta, Jumat (15/11/19).
Baca juga: Viral Videonya Kritik Pedas BPJS, Siapakah Sebenarnya Ribka Tjiptaning?
Wacana sertifikasi pernikahan ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya pada 2015, Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin juga melontarkan wacana serupa. Menteri Lukman kala itu prihatin dengan tingginya tingkat perceraian.
“Ke depan, kita akan mengadakan Kursus Persiapan Pernikahan. Jadi yang hendak nikah, harus mempunyai sertifikat nikah,” kata Menteri Lukman di Pondok Pesantren An-Nawawi, Berjan, Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (7/11/15) silam.
Wacana sertifikasi pernikahan yang disampaikan Menteri Lukman mendapat sambutan pro dan kontra di masyarakat. Hingga akhirnya entah kenapa wacana tersebut seolah tenggelam dan tak terdengar lagi di tahun-tahun berikutnya. Hingga, hari ini Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan membuka wacana itu kembali.
Baca juga: PKS Kritik Keras Menag Terkait Rencana Pelarangan Cadar dan Celana Cingkrang