“Jangan lupa kita pernah terkena tsunami Aceh [26 Desember 2004], dan berbagai episode pada 2008 terjadinya global financial crisis. Bagian itulah bagaimana fiskal bisa tegar tetap menjadi apa yang disebut tempat atau policy untuk negara melakukan adjusment [penyesuaian]. Pada saat shock itu terjadi, baik dari dalam, dari luar, maupun dari natural disaster seperti tsunami, peran fiskal menjadi luar biasa,” tuturnya.
Sementara di era Jokowi, Sri Mulyani dihadapkan dengan tantangan berbeda. Menurutnya, Pemerintah tengah sibuk-sibuknya menggencarkan industrialisasi 4.0.
Baca juga : Setelah Video Jokowi Marah Viral, Kini Giliran Prabowo Bikin Jokowi Ketawa Ngakak Jadi Perhatian
“Waktu saya kembali, semua orang excited berbicara tentang ekonomi digital, digitalisasi, transformasi terhadap artificial intelligence. Kita sedang sibuk membangun pilar-pilar SDM-nya harus diperbaiki, lingkungan investasi harus dipermudah, kebijakan perdagangan harus kompetitif, produktivitas harus naik, infrastruktur harus dikejar,” kata Sri Mulyani.
Sayangnya, semua kesibukan tersebut dikejutkan dengan munculnya pandemi Covid-19. Sri Mulyani pun menyebut kebijakan fiskal juga mau tak mau mengalami perubahan. Apalagi, belum ada contoh di masa sebelumnya situasi pandemi seperti saat ini.