Namun, sekitar tiga pekan setelah listrik dan air kembali normal, PLN mengirimkan surat pemberitahuan akan ada pemutusan sementara di apartemen. Pengembang kembali menekan para penghuni untuk segera membayar iuran, bahkan dengan ancaman: bila tidak bayar dalam jangka waktu 60 hari maka listrik diputus permanen. Pada hari itu juga, listrik dan air pada 70 unit apartemen diputus tanpa pemberitahuan kepada penghuni.
“Pelaksanaan pemutusan aliran listrik dilakukan petugas engineering didampingi oleh anggota security setempat,” kata Bob.
Baca juga : Sebut Rivalitas Anies dan Jokowi, Majalah Inggris: Presiden Indonesia Punya Saingan Baru
Kondisi warga yang terdampak ekonomi pun semakin parah karena kamar yang mereka sewa gelap gulita dan tidak ada air. Para penghuni pernah usul ke pengelola agar iuran dicicil, tapi usul itu ditolak mentah-mentah pengelola.
Bob pun berharap Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan beserta DPRKP membantu penguhuni apartemen untuk menyelesaikan masalah ini. Apalagi, lanjut Bob, selama ini Anies selalu gencar meminta warganya melakukan PSBB, berkegiatan di rumah, dan melakukan protokol kesehatan selama Covid-19.
Sementara itu, Ketua Kesatuan Aksi Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia (KAPPRI) Simson, mengatakan dalam kasus EPA, PT CSP melanggar hukum karena telah mematikan air dan listrik saat terjadi konflik pembayaran IPL. Ia merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 133 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018 mengenai Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik (Rusunami).
Baca juga : Nilai Prabowo Tak Lagi ‘Menjual’ di Pilpres 2024, Pengamat: Tokoh Usang Tiga Kali Kalah Sudah Tak Relevan
Lebih lanjut, Simson mendorong agar Pemerintah memberi surat peringatan dan teguran kepada pengelola. Jika tetap tidak mau, ia menyarankan Pemerintah mencabut saja izin pengelola apartemen tersebut.