Tren #KaburAjaDulu Menggema, Bentuk Kekecewaan Masyarakat RI?

TIKTAK.ID – Belakangan ini gerakan “Kabur Aja Dulu” viral di media sosial. Bahkan gerakan itu turut menjadi sorotan media asing. Fenomena tersebut mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap berbagai masalah di Indonesia yang membuat para generasi muda ingin pindah ke negara asing.
Salah satu media asing, South China Morning Post, mengatakan anak muda Indonesia menyuarakan keinginan untuk merantau lewat tagar #KaburAjaDulu di platform seperti X dan TikTok.
“Jika kamu tidak terlalu terikat dengan negara ini, pertimbangkan benar-benar untuk #KaburAjaDulu. Serius”, tulis pengguna X, Petra Novandi.
Baca juga : Ekonom Nilai Efisiensi Prabowo Brutal dan Kontraproduktif
Menanggapi hal itu, pengamat menilai terdapat berbagai alasan di balik tren ini. Pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menganggap faktor ekonomi, ketidakadilan sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik menjadi pemicu utama diskusi ini.
Sementara itu di media sosial, pengguna berbagi tips serta kelebihan dan kekurangan hidup di luar negeri. Contohnya pengguna X, Hafizha Anisa, mengaku muak dengan masalah di Indonesia, namun tetap mencintai alam, makanan, cuaca, dan budaya negara ini.
Kemudian seorang warga Indonesia di Jerman, Yoel Sumitro, membagikan daftar negara dengan gaji tinggi, kualitas hidup baik, serta kemudahan visa dan peluang kerja di sektor teknologi. Ia lantas merekomendasikan Singapura, Amsterdam, Tokyo, Berlin, dan Dubai sebagai tujuan utama bagi pekerja teknologi.
Baca juga : Mendagri Sebut Proyek Infrastruktur Daerah Bakal Diambil Alih Pusat Buntut Banyaknya Kebocoran
“Banyak yang bertanya langsung kepada saya bagaimana caranya bekerja di luar negeri,” ujar Sumitro. Pria asal Solo tersebut sudah bekerja di Jerman, Singapura, dan AS, serta saat ini menjabat sebagai Senior Director di perusahaan di Berlin sejak 2022.
Sumitro pertama kali tinggal di luar negeri pada 2011 silam, ketika menempuh pendidikan magister di University of Washington. Usai lulus, ia bekerja di sejumlah negara, sebelum kembali ke Indonesia pada 2018.
“Bekerja di Indonesia menyenangkan lantaran dekat dengan keluarga dan teman. Saya tak punya keluhan karena mendapatkan fasilitas dan gaji yang baik sebagai pekerja berketerampilan tinggi,” terangnya.
Baca juga : Kuasai 80 Persen Kursi Parlemen, Gerindra Optimis KIM Plus Jadi Koalisi Permanen
Akan tetapi, setelah empat tahun di Indonesia, ia merasa kariernya stagnan.
“Bila ingin berkembang lebih jauh, saya harus ke luar negeri. Saya ingin merasakan menjadi eksekutif di dalam tim multinasional,” imbuhnya.