TIKTAK.ID – Korea Utara kesekian kalinya pada pekan ini melakukan uji coba rudal. Kali ini mereka menguji coba rudal “anti-pesawat” yang baru dikembangkannya.
Sebelumnya, mereka juga menguji rudal “hipersonik” terbarunya, seperti yang dilaporkan media Pemerintah Korea Utara.
“Akademi Ilmu Pertahanan DPRK melakukan uji coba rudal anti-pesawat yang baru dikembangkan olehnya pada 30 September,” tulis Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) yang dikelola Pemerintah, seperti dikutip oleh Yonhap News.
KCNA menambahkan bahwa tes tersebut bertujuan untuk meninjau pengoperasian rudal itu sendiri, peluncurnya, kendaraan komando pertempuran, dan sistem radar, seperti yang dilansir RT News.
Namun media Korea Utara tidak merinci uji coba yang dilaporkan tersebut. Sebelumnya peluncuran lain yang diumumkan sehari sebelumnya menguji senjata “hipersonik” baru, atau rudal yang mampu melakukan perjalanan dengan kecepatan lima kali kecepatan suara, yang dikenal sebagai Mach 5, atau lebih cepat lagi. Sistem rudal rel yang baru dikembangkan lainnya juga diuji sebelum itu.
Terkait uji coba rudal yang sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada wartawan bahwa Pemerintahan Joe Biden sedang memantau situasi dan “prihatin” tentang peluncuran itu, juga mencatat bahwa utusan Washington untuk Pyongyang sekarang sedang berdiskusi dengan rekan-rekan dari Seoul dan Tokyo tentang langkah selanjutnya.
“Di Korea Utara, kami mengevaluasi dan menilai peluncuran itu untuk memahami dengan tepat apa yang mereka lakukan, teknologi apa yang mereka gunakan. Tetapi terlepas dari itu, kami telah melihat pelanggaran berulang sekarang terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang perlu ditanggapi dengan sangat serius oleh komunitas internasional,” kata Blinken, merujuk pada langkah-langkah Dewan Keamanan yang melarang Korea Utara melakukan tes senjata semacam itu.
“Kami prihatin dengan pelanggaran berulang terhadap resolusi Dewan Keamanan yang menurut saya menciptakan prospek ketidakstabilan dan ketidakamanan yang lebih besar.”
Sementara pada Kamis kemarin, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyatakan keinginannya untuk terlibat dialog kembali dengan Korea selatan, berharap pada akhirnya melihat “perdamaian yang bertahan lama di semenanjung Korea”.
Tawaran itu disampaikan setelah kedua Korea sepakat untuk membuka kembali saluran komunikasi lintas batas yang ditutup tahun sebelumnya, yang oleh Pyongyang disebut sebagai “langkah besar” menuju pemulihan kepercayaan antara kedua belah pihak.
Namun, Korea Utara berulang kali menuduh Washington menghalangi pemulihan hubungan antar-Korea, yang disampaikan Duta Besar negara Korea Utara untuk PBB, Kim Song dengan pidato berapi-api di hadapan Majelis Umum di New York minggu ini.
Dalam pidatonya, Kim menguraikan keluhan Pyongyang terhadap Amerika Serikat dan kebijakan “bermusuhan” -di antaranya penempatan puluhan ribu tentara Amerika di selatan DMZ, serta latihan militer reguler bersama dengan Seoul yang “bersifat mengintimidasi”.
“Kebijakan bermusuhan AS terhadap DPRK menunjukkan ekspresinya yang paling jelas dalam ancaman militernya terhadap kami,” katanya, menggunakan akronim untuk nama resmi negaranya, Republik Rakyat Demokratik Korea.
“Tidak ada satu pun pasukan asing, tidak ada satu pun pangkalan militer asing yang ada di wilayah DPRK. Namun, di Korea Selatan, hampir 30.000 tentara AS ditempatkan di berbagai pangkalan militer, mempertahankan posisi perang untuk mengambil tindakan militer terhadap DPRK di setiap saat.”