TIKTAK.ID – Ada kisah menarik dari Papua. Tentang kesahajaan dan kedermawanan seorang dokter yang rela dibayar ala kadarnya, maksimal seribu rupiah oleh semua pasien yang datang berobat kepadanya.
Berikut kisah selengkapnya seperti dituturkan netizen Daniel Leonard Sinaga @daniellsinaga lewat utasnya.
Klinik dokter F.X. Soedanto terletak di Jayapura. Sudah hampir 40 tahun ia mengabdi di sana.
Baca juga : Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Dampingi Din Syamsudin Perkarakan GAR ITB yang Menuduhnya Radikal
Masyarakat mengenalnya sebagai “Dokter Seribu Rupiah” sebab ia hanya mengenakan biaya Rp1.000 bagi tiap pasien yang berobat. Soedanto bahkan rela tidak dibayar. Semua ini ia lakukan untuk menolong orang miskin.
“Sebelumnya, saya kenakan biaya Rp500/pasien. Jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp1.000, tapi jika seseorang membayar Rp500 atau hanya dengan ucapan terima kasih, saya akan menerimanya,” katanya.
Konsultasi dokter umum di daerah biasanya sekitar Rp25.000, sementara dokter spesialis sekitar Rp50.000.
Soedanto lahir di Kebumen, Jawa Tengah, anak bungsu dari enam bersaudara. Ayahnya Umar adalah kontraktor dalsm pemerintahan kolonial Belanda dan ibunya, Mursila adalah perawat.
Soedanto pertama belajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Gadjah Mada, tetapi ditinggalkan setelah satu tahun untuk mengikuti saran ibunya, sebagai gantinya ia mendaftar di Fakultas Kedokteran. “Saya mengambil tes lain di School of Medicine. Mungkin ibu saya ingin salah satu dari anaknya menjadi seorang dokter, untuk mengikuti jejaknya sebagai perawat,” kata Soedanto.
Lulus pada tahun 1975, ia diwajibkan peraturan Pemerintah melakukan pelayanan wajib di daerah pedesaan.
Baca juga : Usai Dibangga-banggakan Anies, Cipinang Melayu Banjir Lagi hingga 2 Meter
Kementerian Kesehatan memintanya untuk memilih provinsi di mana ia ingin ditugaskan. Soedanto muda memilih Irian Jaya, yang sekarang disebut Papua.
“Saya memilih Irian Jaya karena saya menyukainya. Selain itu, pada waktu itu, jika kita memilih provinsi lain seperti Sulawesi, Jawa atau Sumatra, kami harus membayar semacam suap kepada pejabat Kementerian. Saya tidak punya uang, sehingga saya memilih Papua, yang tidak mengharuskan saya untuk membayar suap.”
Di Papua, Soedanto pertama kali ditugaskan di suku Asmat, sebelum dipindahkan ke Jayapura di mana ia bertugas di rumah sakit jiwa sampai ia pensiun beberapa tahun lalu.
Baca juga : Mendadak AHY Tak Lagi Bawa-bawa Nama Jokowi Soal Kudeta Demokrat
Halaman selanjutnya…