Selama kariernya di Departemen Kesehatan, Soedanto menerima penghargaan untuk penggunaan obat generik terbanyak.
“Mereka hanya membayar Rp1.000 untuk biaya dokter. Bagaimana kita bisa memberi mereka resep untuk obat yang mahal? Mereka datang ke sini karena mereka memiliki uang yang terbatas jadi kami memberi mereka obat obatan dengan harga yang cocok untuk mereka,” katanya.
Dalam satu hari, jumlah pasien tertinggi yang ditangani bisa mencapai 200 orang. Dia membuka praktek jam 8:00 – 14:00 setiap hari. Tapi bahkan sebelum jam 8.00 pagi, sudah terdapat kerumunan antrian pasien di serambi Farmasi Rahmat, klinik Soedanto.
Baca juga : Melihat Peluang Risma Tantang Anies di Pilgub DKI, Bakal Seru?
Kesan pertama dari dokter ini adalah bahwa beliau sederhana. Kendaraannya pun hanya sebuah mobil tua. Namun hampir semua warga di Jayapura telah mendengar tentang dia.
Bahkan setelah bertahun-tahun, Soedanto tidak memiliki niat meninggalkan Papua untuk kembali ke kampung halamannya.
“Di mana-mana sama saja. Kami dapat menawarkan layanan kami tidak hanya di kampung halaman kami, tetapi juga di tempat-tempat lain di mana kita paling dibutuhkan,” katanya.
Baca juga : Eks Petinggi Demokrat Yakin KLB Bakal Sukses Lengserkan AHY
Di Jayapura, Soedanto bertemu Elisabeth dan menikahinya pada tahun 1997. Mereka memiliki lima anak.
Ketika ditanya mengapa dia tidak menambah fee-nya menjadi Rp5.000, ia hanya berkata bahwa tidak semua orang memiliki Rp5.000.
“Banyak orang memiliki masalah dalam mendapatkan uang sebanyak itu. Saya tidak ingin melihat siapa pun tidak bisa berobat ke dokter, hanya karena mereka tidak memiliki uang Rp5000. Saya hanya ingin membantu orang-orang yang kurang beruntung, saya tidak punya niat lain.”
Baca juga : Komnas HAM Ikut Turun Tangan Cek Penyebab Kematian Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim
Dengan penghasilan sedikit, meninggalkan pertanyaan besar bagaimana ia mampu menghidupi keluarganya?
Soedanto mendapatkan penghasilan tambahan sedikit dari mengajar di Universitas Cendrawasih, serta Rp2 juta dari pensiunnya.
Keluarganya tidak pernah mengeluh tentang keputusannya untuk hidup dengan biaya rendah.
“Ini sudah cukup. Kami terbiasa dengan kondisi ini. Itu sudah cukup bagi kami,” katanya ringan.
Baca juga : Survei Capres Teranyar Indometer: Prabowo Tetap Memimpin, Anies Tak Masuk Tiga Besar
Ketika ditanya berapa lama ia akan menjalankan prakteknya?
“Sampai saya tidak mampu melakukannya lagi.”
Mengakhiri utasnya tentang “Dokter Seribu Rupiah”, Daniel menyimpulkan, “Kepuasan hidup tercapai bukan karena kita memiliki banyak melainkan karena kita bisa memberi banyak”.