TIKTAK.ID – Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman menilai pihak-pihak yang menolak pemindahan Ibu Kota Negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, suka kebiasaan lama alias tidak suka perubahan.
“Halangan perubahan dapat muncul dari para pendukung kebiasaan lama,” terang Fadjroel melalui keterangan tertulis, Jumat (1/10/21), seperti dilansir Tempo.co.
Namun Fadjroel menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan berhenti melanjutkan rencana pembangunan IKN baru. Dia mengatakan pemindahan Ibu Kota Negara ke Penajam Paser Utara adalah langkah konkret Jokowi dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.
Fadjroel mengklaim lokasi Ibu Kota di tengah wilayah geografis Nusantara menjadi simbol transformasi progresif menuju Indonesia Maju.
Baca juga : Merasa Difitnah Coret Data Bansos, Risma Ngamuk: Tak Tembak Kamu!
“Transformasi progresif dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang berprinsip pemerataan pembangunan, perlindungan lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim, kualitas baru tata kelola pemerintahan, serta transformasi progresif dan menyeluruh kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya,” tutur Fadjroel.
Fadjroel menyatakan Ibu Kota Negara di Pulau Kalimantan menjadi bagian dari keberpihakan Jokowi dalam mengonsolidasikan tatanan demokrasi dan pemerataan kesejahteraan yang didambakan oleh rakyat Indonesia.
“Perubahan kultur dan sistem yang mampu menjawab tantangan zaman, serta memeratakan keadilan pembangunan atau Indonesiasentris. Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur ini bakal menjadi lokomotif bangsa Indonesia mewujudkan Indonesiasentris dan Indonesia Maju,” kata Fadjroel.
Baca juga : Survei SMRC: Mayoritas Tak Setuju Jokowi Terkait PKI
Untuk diketahui, pada Rabu lalu, Jokowi mengirimkan Surat Presiden tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) kepada DPR. Menteri Sekretaris Negara, Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional, Suharso Monoarfa yang mengantar langsung Surpres tersebut.
Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kelanjutan rencana pembangunan IKN berisiko memberatkan keuangan negara. Bhima lantas menyebut Pemerintah terlalu optimistis dalam menyusun asumsi pembiayaan IKN, yang ditaksir mencapai Rp466,9 triliun.
“Itu skenario jika swasta memang tertarik,” ujar Bhima, dikutip dari Koran Tempo edisi hari ini.
Baca juga : Bos PKS-Ridwan Kamil Panen Raya Bareng, Pengamat: Cek Ombak Pencapresan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sendiri menyampaikan bahwa hanya 19,2 persen dari total biaya atau Rp89 triliun yang akan dibiayai anggaran negara. Sementara 81 persen pendanaan mengandalkan swasta, baik berupa kemitraan dengan Pemerintah maupun investasi langsung.