TIKTAK.ID – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mempertanyakan rujukan pada Pasal 6 dalam naskah Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf, menyebut Pasal 6 seharusnya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam redaksionalnya. Akan tetapi, ia menilai rujukan sebagaimana dimaksud di Pasal 6 tidak ada karena Pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali.
“Pada Pasal 6 jadi satu ketentuan yang merujuk pada Pasal 5, tapi di situ tidak ada, maksudnya merujuk ke mana itu?” ujar Bukhori, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (3/11/20).
Baca juga : Saat Sandiaga Uno Mulai Jadi Rebutan PPP dan Perindo
Bukhori menyatakan PKS telah menemukan sejumlah perubahan lain dalam naskah UU Ciptaker setebal 1.187 halaman yang telah diteken oleh Jokowi. Ia mengklaim perubahan-perubahan itu ditemukan usai membandingkan naskah setebal 1.187 halaman tersebut dengan naskah 812 dan 905 halaman.
Namun Bukhori tidak merinci perubahan lain yang dimaksudnya. Ia hanya mengingatkan, perubahan naskah sebuah regulasi seharusnya tidak dilakukan usai disahkan di dalam rapat paripurna. Apalagi, kata Bukhori, perubahan tersebut sampai dilakukan oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang tidak memiliki kewenangan sama sekali.
“Mestinya Kemensetneg bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah, meski hanya titik koma sekalipun. Tapi kan faktanya tidak demikian,” ucap Bukhori.
Baca juga : Protes Pelecehan Islam oleh Presiden Prancis, Habib Rizieq Serukan Aksi 211 dan 411
Kemudian mengenai langkah Jokowi yang telah meneken UU Ciptaker, Bukhori menyebut PKS hanya memberikan fakta tentang proses pembuatan UU Ciptaker yang bisa menjadi pembelajaran publik.
“Kita juga tak ingin melalui jalur di luar yang konstitusional,” jelasnya.
Meski begitu, Bukhori beranggapan PKS belum melirik legislative review sebagai solusi yang tepat untuk UU Ciptaker. Sebab, menurutnya, publik harus mengetahui apakah UU Ciptaker sudah sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945 atau tidak.
“UU Ciptaker ini bukan sekadar membenarkan yang salah atau meluruskan yang salah. Melainkan ada satu situasi yang sebenarnya publik harus tahu apakah situasi itu sesuai amanat UUD [1945] atau tidak. Itu yang publik harus tahu,” tutur Bukhori.