Didukung Jadi Sekjen PBB, Memangnya Jokowi Pernah Hadiri Sidang Umum PBB?
TIKTAK.ID – Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi agar menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), daripada memimpin partai politik. Dorongan dari relawan itu usai munculnya isu Jokowi bakal menukangi sejumlah opsi partai politik.
Perlu diketahui, sebagai Presiden Indonesia, ternyata Jokowi tak pernah hadir secara langsung dalam Sidang Umum PBB. Teranyar, dalam Sidang Umum PBB darurat yang membahas pengakuan penuh Palestina pada 10 Mei 2024, Jokowi kembali tidak datang.
Ketidakhadiran Presiden Jokowi secara langsung ke Sidang Umum PBB itu pun menimbulkan pertanyaan. Apalagi hal itu sudah berlangsung sejak sang Presiden memerintah Indonesia pada 2014. Selama dua periode menjabat, Jokowi selalu mengirim perwakilan, mulai dari Wakil Presiden sampai Menteri Luar Negeri.
Baca juga : Presiden UEA Beri Prabowo Zayed Medal, Begini Penjelasan Pengamat
Sebetulnya Jokowi sempat menghadiri Sidang Umum PBB, tapi dia tidak hadir secara langsung, melainkan hanya secara virtual pada 2020 dan 2021 lantaran dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Begitu pula pada 2022, Jokowi tidak bisa menghadiri Sidang Umum PBB secara langsung di New York, Amerika Serikat, dan Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi.
Jokowi sendiri tak pernah menjelaskan secara langsung alasan dirinya berulang kali tidak hadir dalam Sidang Umum PBB. Namun pada 2019, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko pernah menyampaikan alasan Jokowi tak pernah menghadiri Sidang Umum PBB.
“Kita pahami kalau tugas-tugas Presiden cukup menyita,” ujar Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, pada Selasa (24/9/19), seperti dilansir Tempo.co.
Baca juga : Projo Muda Sebut Generasi Muda Indonesia Masih Sangat Butuh Jokowi sebagai Role Model
Di sisi lain, ahli politik internasional, Fitriani memprediksi Indonesia akan kehilangan dua hal jika Jokowi absen dari Sidang Umum PBB. Dia memaparkan, pertama, Indonesia bisa kehilangan kesempatan untuk mengomunikasikan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin dunia karena punya pemimpin yang bervisi dan mumpuni.
Kedua, kata Fitriani, Indonesia juga berpeluang kehilangan membangun kedekatan dengan negara-negara lainnya yang berada dalam posisi yang sama dalam menghadapi kondisi dunia yang tidak menentu akibat krisis alam, krisis pangan, pandemi, dan konflik.
“Siapa yang mengukur seberapa penting representasi pemimpin negara untuk hadir? Bila Jokowi tidak hadir, maka beliau mungkin berpandangan bahwa kehadiran pemimpin negara tidak penting dalam Sidang Umum PBB,” tegas peneliti CSIS dari bagian politik dan hubungan internasional tersebut, mengutip Tempo (12/9/22).