Kontraksi ekonomi di berbagai negara anggota G20 sudah mencerminkan bahwa dampak dari Covid-19 memang begitu dahsyatnya. IMF memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi pada 2020 sebesar 3% sebelum akhirnya rebound di tahun 2021.
Jika pandemi tak segera berhenti merebak hingga semester II 2020, maka kontraksi akan bertambah sebanyak 3 poin persentase (pp) menjadi -6%. Padahal, Januari lalu IMF masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia berada di angka 3,3% tahun ini.
“Kemungkinan besar tahun ini, ekonomi global akan mengalami resesi yang hebat sejak Great Depression, melampaui krisis keuangan global satu dekade lalu” kata Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, melansir CNBC International.
“Ini adalah sebuah periode krisis di mana guncangan yang terjadi tidak dapat dikendalikan dengan kebijakan ekonomi mengingat kita tidak tahu kapan pandemi akan berakhir” tambahnya
Baca juga: Dukung Penuh Iran, Rusia Dorong Tehran Tak Menyerah Hadapi Provokasi dan Retorika Agresif Washington
Berbagai upaya terus dilakukan oleh banyak negara terutama anggota G20. Salah satu upaya untuk menyelamatkan perekonomian adalah dengan memberikan stimulus untuk perekonomian.
Center for Strategic & International Studies (CSIS) mencatat Pada 29 April, negara-negara G20 diperkirakan menyediakan US$ 6,3 triliun dalam dukungan fiskal yang mewakili 9,3 persen dari PDB 2019 G20.
Dari total, US$ 3,2 triliun akan digunakan untuk mendukung pengeluaran pemerintah (4,8% PDB 2019 G20). Angka ini naik dari US$ 2,1 triliun (3,1% PDB G20) pada 10 April. Penyaluran kredit berkontribusi sebesar US$ 2,3 triliun sementara untuk stimulus berupa keringanan pajak mencapai US$ 0,8 triliun.
Namun di sisi lain CSIS juga mencatat bahwa dukungan fiskal negara berkembang anggota G20 masih lebih rendah dibanding negara maju. Dukungan fiskal negara berkembang G20 per 29 April rata-rata hanya sebesar 3,2% PDB. Pun angka tersebut sudah naik 1,2 pp sejak 10 April 2020. Namun besarnya masih di bawah rata-rata stimulus fiskal negara maju yang mencapai 11,6% PDB.