TIKTAK.ID – Gubernur DKI Anies Baswedan, melalui anak buahnya diketahui telah menggusur paksa warga di RT 001 RW 001 Kelurahan Menteng Dalam, Tebet Jakarta Selatan pada Senin (30/3/21) pukul 8 pagi. Ketika itu, terdapat ratusan pasukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dibantu pasukan TNI-Polri, tanpa memberikan surat perintah dalam bentuk apa pun seketika membongkar dan menghancurkan bangunan rumah warga.
“Ratusan Aparat yang tampak di lokasi secara bersama-sama merangsek rumah warga dan menyerang warga,” ujar Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Jakarta, Sabar Hutahaean sebagai Tim Advokasi melalui keterangan tertulisnya, Kamis (1/4/21), seperti dilansir Tirto.id.
Kemudian tim Advokasi berupaya mencegah terjadinya tindakan penggusuran paksa oleh aparat. Akan tetapi, aparat terus menggusur paksa hingga menyebabkan satu warga, dua mahasiswa, serta satu pengacara PBHI mengalami pemukulan.
“Pascakejadian itu, seluruh korban telah memasukkan laporannya kepada Polda setempat,” terang Sabar.
Menurut Sabar, warga sudah tinggal di daerah tersebut sejak 1937, dan warga memiliki surat jual beli (SPJB). Bahkan warga rutin membayarkan Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Sementara itu, Kepala Satpol-PP Jakarta Selatan, Ujang Hermawan mengatakan bangunan tersebut berada di atas Saluran Kalibaru Barat, sehingga harus digusur.
Akan tetapi, seorang warga bernama Husein mengklaim daerah tersebut tidak pernah tergenang ataupun banjir kala hujan mengguyur Ibu Kota dalam intensitas ringan maupun berat. Ia juga menyebut keinginan untuk menggusur konyol, karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) tak dilibatkan.
Perlu diketahui, penggusuran warga di Menteng Dalam adalah salah satu dari rentetan peristiwa yang terjadi di era Gubernur Anies. Penggusuran pun kerap kali melibatkan aparat dan melakukan tindak kekerasan.
Menurut data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta periode Januari-September 2018, terdapat 79 kasus penggusuran di Ibu Kota. Sebanyak 277 kepala keluarga dan 864 unit usaha menjadi korban. Selain itu, 81 persen penggusuran dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah dengan warga terdampak; dan 77 persen berakhir tanpa solusi bagi korban.