TIKTAK.ID – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk militer Myanmar yang membuat sekitar 100.000 orang di timur negara itu mengungsi dengan melancarkan “serangan membabi buta” terhadap warga sipil, memaksa orang untuk menyelamatkan diri ke daerah tetangga.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (8/6/21), Tim PBB (UNCT) di Myanmar menyatakan keprihatinan mereka “tentang situasi keamanan dan kemanusiaan yang memburuk dengan cepat” di Negara Bagian Kayah timur, terutama ketika militer melanjutkan tindakan keras pascakudeta.
UNCT memperingatkan akan konsekuensi dari “serangan tanpa pandang bulu oleh pasukan keamanan terhadap wilayah sipil”.
Lembaga itu memperkirakan 100.000 pria, wanita dan anak-anak telah mengungsi dari Negara Bagian Kayah saja dalam beberapa bulan terakhir, seperti yang dilansir RTnews.
PBB mengkritik kekerasan yang terus berlanjut, memperingatkan hal itu dapat “mendorong orang melintasi perbatasan internasional mencari keselamatan seperti yang sudah terjadi di bagian lain negara itu”.
Negara Bagian Kayah, serta wilayah Chin, Kachin, Kayin dan Shan, telah menyaksikan pertempuran sengit, yang mengakibatkan ribuan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak, termasuk obat-obatan esensial, makanan dan tempat tinggal, menurut kelompok pemantau.
Pernyataan UNCT pada Selasa itu merupakan peringatan terbaru dari para pejabat yang memantau situasi tentang berlanjutnya perpindahan warga di seluruh wilayah. Mereka melarikan diri ke bagian lain di Myanmar dan negara-negara tetangga untuk menyelamatkan diri dari bentrokan keras antara pengunjuk rasa anti-kudeta. Apalagi, pasukan junta telah merenggut nyawa lebih dari 800 orang hanya dalam beberapa bulan.
Sejak militer mengambil alih kendali pada 1 Februari, mereka menahan para pemimpin Myanmar yang terpilih secara demokratis. Padahal PBB telah menyerukan semua pihak di kawasan itu untuk segera bertindak melindungi warga sipil dan mengakhiri kekerasan, namun sepertinya seruan itu hanya angin lalu belaka bagi junta.
Pernyataan UNCT itu muncul sehari setelah Menteri Luar Negeri Malaysia, Hishammudin Hussein mengatakan bahwa kemajuan dalam rencana lima poin untuk mengamankan perdamaian di Myanmar “sangat lambat”. Pernyataan itu, disampaikan dalam sebuah tweetnya pada Senin kemarin, menambahkan bahwa komunitas internasional sekarang sedang menunggu tindakan lebih lanjut dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atas Myanmar yang memberlakukan rencana Konsensus 5 Poin untuk mengakhiri kekerasan.