TIKTAK.ID – Pengadilan Myanmar menjatuhkan vonis tiga bulan penjara kepada seorang pendeta Kanada karena bandel tetap melaksanakan kebaktian gereja dengan melanggar protokol kesehatan yang melarang pertemuan untuk mengurangi penyebaran virus Corona.
Sementara situasi di luar pengadilan, kerumunan sekitar 50 pengikut pengkhotbah meledak dengan sorak-sorai dan merayakan kabar putusan itu.
David Lah, seorang pendeta kelahiran Burma, dan koleganya, warga negara Myanmar Wai Tun, didakwa pada April lalu di bawah Undang-Undang Manajemen Bencana atas layanan kebaktian yang mereka adakan di kota Yangon.
David, 43, memiliki basis di Toronto dan lahir di Myanmar. Dia sering kembali ke Tanah Airnya, tempat dia memiliki banyak pengikut atau jemaah yang mengikuti khotbah-khotbahnya.
Kedua pria itu dihukum karena melanggar peraturan administrasi dan dihukum tiga bulan kerja paksa, kata Maung Soe, hakim di pengadilan Kota Mayangone Yangon, kepada wartawan, Kamis (6/8/20).
“Hakim juga mempertimbangkan waktu yang telah dia habiskan di tahanan, jadi dia bisa saja dibebaskan bahkan dalam beberapa hari atau minggu ke depan,” kata Florence Looi dari Al Jazeera dalam laporannya dari Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur.
Myanmar memberlakukan larangan pertemuan massal pada pertengahan Maret lalu, namun rekaman muncul pada awal April tentang David yang mengadakan kebaktian di Yangon.
“Jika orang-orang memegang Alkitab dan Yesus di dalam hati mereka, penyakit tidak akan datang,” katanya dalam satu video ke ruangan yang penuh dengan jemaahnya yang mengikuti kebaktian. “Satu-satunya orang yang bisa menyembuhkan dan memberikan kedamaian dalam pandemi ini adalah Yesus.”
Tak lama kemudian, sekitar 20 orang yang mengikuti kebaktian bersama David pada April lalu, termasuk David sendiri, dinyatakan positif terkena virus Corona, kata seorang pejabat saat itu.
Menurut Jubir Kementerian Kesehatan, Thar Tun Kyaw, upacara kebaktian itu telah menyebabkan 67 kasus baru. Cluster tersebut merupakan salah satu yang terbesar di Myanmar, yang hanya melaporkan 357 kasus dan enam kematian terkait virus tersebut.
Upacara keagamaan yang mengumpulkan banyak orang di seluruh dunia terkadang menjadi pemicu penyebaran virus, yang telah menginfeksi lebih dari 18 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan hampir 700 ribu orang.