
TIKTAK.ID – Junta Myanmar mengalami pukulan diplomatik berat ketika pada Kamis, (3/2/22) blok regional ASEAN menolak diplomat tinggi Myanmar untuk menghadiri pertemuan Menteri Luar Negeri yang akan datang.
Kamboja, yang saat ini memegang jabatan Ketua bergilir blok itu, mengatakan bahwa kemajuan dalam “konsensus lima poin” yang disepakati para pemimpin tahun lalu, tak berbuat banyak untuk mencoba meredakan krisis yang mencengkeram Myanmar, seperti yang dilansir France24.
Negara itu berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan Pemerintah sipil Aung San Suu Kyi setahun lalu, dengan lebih dari 1.500 warga sipil tewas sejak awal dalam sebuah tindakan keras terhadap protes anti-junta, menurut kelompok pemantau lokal.
“Karena hanya ada sedikit kemajuan dalam melaksanakan Konsensus Lima Poin ASEAN, negara-negara anggota ASEAN tidak mencapai konsensus untuk mengundang Menteri Luar Negeri Myanmar SAC [Wunna Maung Lwin] untuk berpartisipasi dalam retret Menteri Luar Negeri yang akan datang,” kata Jubir Kementerian Luar Negeri Kamboja, Chum Sounry kepada AFP.
Pemerintah militer Myanmar menyebut dirinya Dewan Administrasi Negara, atau SAC.
“Kami telah meminta Myanmar untuk mengirim perwakilan non-politik sebagai gantinya,” kata Chum Sounry.
Keputusan itu diambil setelah 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan melarang Pemimpin junta, Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak pada Oktober tahun lalu.
Ini merupakan teguran langka dari ASEAN, yang telah lama dipandang sebagai toko omong kosong, tetapi telah berusaha untuk memimpin upaya diplomatik untuk mengatasi krisis Myanmar.
Myanmar semakin terisolasi di panggung internasional, dengan kunjungan pemimpin kuat Kamboja Hun Sen pada Januari yang menjadi kunjungan pertama oleh pemimpin asing sejak para jenderal junta merebut kekuasaan.
Namun, kekerasan belum berhenti, dengan kelompok-kelompok anti-junta masih sering bentrok dengan militer, dan Bank Dunia telah memperingatkan bahwa ekonomi Myanmar kemungkinan akan mengalami kontraksi hampir seperlima tahun lalu.
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (2/2/22), ASEAN menyerukan untuk segera mengakhiri kekerasan dan agar utusan khususnya diizinkan segera mengunjungi negara itu.