TIKTAK.ID – Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga menjelaskan soal mafia pengadaan alat kesehatan (alkes) dan bahan bakunya di Indonesia yang sebelumnya sempat disinggung Menteri BUMN Erick Thohir.
Arya mengatakan, Erick melihat para mafia ini membuat orang-orang terlalu sibuk berdagang tanpa memikirkan membangun kemandirian industri alat kesehatan.
“Jadi ini jelas permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberantas mafia dengan membangun industri lokal dan industri farmasi, sehingga bisa memproduksi sendiri apa kebutuhan kita,” ujar Arya dalam pernyataannya, seperti dilansir Tempo.co, Jumat (17/4/20).
Baca juga : Bantah Impor Senjata Kemenhan di Tengah Pandemi Meningkat Tajam, Jubir Prabowo: Kami Beli dari Pindad
Arya menyebut impor alat kesehatan Indonesia mencapai 90 persen dari kebutuhan dalam negeri. Ia melanjutkan, hal serupa juga terjadi pada bahan baku obat-obatan yang banyak diimpor dari India.
Ia menyatakan ketergantungan pada impor alkes dan bahan baku itu, dilihat Erick sebagai suatu ancaman bagi bangsa Indonesia ketika terjadi suatu hal yang darurat. Oleh karena itu, Erick menginisiasi pembentukan subholding farmasi yang terdiri dari PT Bio Farma, PT Indofarma, dan PT Kimia Farma guna mengatasi permasalahan tersebut.
“Untuk itu, Pak Jokowi memerintahkan Pak Erick untuk mempercepat proses penanganan masalah kesehatan, farmasi tepatnya,” terang Arya.
Baca juga : Survei: Warga Terbelah Nilai Kesigapan Pemerintah Jokowi Tangani Covid-19
Arya mengungkapkan, ketika terjadi pandemi Corona seperti saat ini, subholding farmasi langsung diuji dengan peningkatan kebutuhan alat kesehatan yang sebelumnya orang kurang menyadari hal tersebut.
“Kita ada pabriknya, namun bahan bakunya dari luar negeri. Di Indonesia hanya sebagai tukang jahitnya pabrik APD ini,” kata Arya.
Arya menilai kejadian tersebut tak hanya terjadi pada APD, tetapi juga masker medis dan peralatan ventilator.
Baca juga : Luhut Akan Datangkan Turis China, Jepang dan Korsel, Ini Penjelasan Wishnutama
Erick pun berinisiatif mengumpulkan beberapa perguruan tinggi, industri otomotif dan litbang untuk mencari solusi produksi ventilator. Ia memaparkan, ternyata dalam tempo sebulan Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung bisa membuat ventilator.
“Meski ventilator tersebut bukan buat yang masuk ICU, tapi ventilator tahap awal. Artinya, bangsa kita sebenarnya mampu membuat,” tutur Arya.