Boni Hargens: Mustahil Ganti Wapres Gibran di Tengah Jalan

TIKTAK.ID – Analis Politik, Boni Hargens mengatakan bahwa usulan pergantian Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mustahil terjadi. Dia pun menyebut usulan itu inkonstitusional dan hanya memperkeruh suasana politik nasional.
“Dalam demokrasi konstitusional Indonesia, hal macam itu (usulan mengganti Wapres) mustahil dapat terjadi,” ungkap Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini kepada wartawan, pada Selasa (22/4/25), seperti dilansir Sindonews.com.
Menurut Boni, Presiden dan Wakil Presiden merupakan dwitunggal yang dipilih secara bersama dan secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu.
Baca juga : Titiek Tanggapi Usulan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
“Adalah suatu hal yang inkonstitusional jika ada upaya menggantikan wakil presiden di tengah jalan,” ucap Boni.
Boni menyatakan tidak ada satu pun aturan di dalam peraturan perundang-undangan baik UUD 1945 ataupun di dalam undang-undang yang membolehkan pergantian Wapres di tengah jalan. Dia memaparkan, Pasal 7A UUD 1945 hanya menetapkan beberapa dasar pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya.
“Hal itu terjadi kalau salah satu atau keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden. Hingga sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul itu yang dilakukan oleh Wakil Presiden Gibran,” terang Boni.
Baca juga : Terkait Negosiasi Tarif dengan AS, Pakar: RI Tak Boleh Melunak, Harus Tegas dan Konsisten
Boni lantas menduga kuat para pengusung ide penggantian Wapres ini hanya ingin memperkeruh suasana politik nasional, di saat Pemerintah sedang bekerja keras dan solid mengatasi potensi ancaman multidimensi. Khususnya, kata Boni, di bidang ekonomi sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Boni menjelaskan, harus bisa dibedakan antara politik kekuasaan dan politik kebangsaan. Dia menganggap politik kekuasaan berbicara tentang merebut kekuasaan, dan itu ranahnya ada di Pemilu.
“Bila tidak menyukai presiden atau wakil presiden ya silakan bersaing lagi dalam Pemilu berikutnya. Sedangkan, politik kebangsaan berbicara mengenai komitmen dan aksi nyata dalam membangun bangsa dan negara,” imbuhnya.
Baca juga : Heboh Isu Matahari Kembar, Petinggi Gerindra: Menteri Mau Silaturahmi Tak Perlu Izin Prabowo
Oleh sebab itu, Boni mengingatkan semua elemen bangsa menahan diri supaya tidak terjebak dalam politik kekuasaan semata.










