
TIKTAK.ID – Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto mengungkapkan bahwa kalangan anak muda atau milenial saat ini telah menjadi target utama rekrutmen oleh kelompok teror.
“Memang milenial ini telah menjadi target utama dari mereka [kelompok teror],” ujar Wawan dalam diskusi daring yang disiarkan di YouTube, Sabtu (3/4/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Wawan pun menyampaikan sejumlah alasan kelompok milenial menjadi target utama. Wawan menjelaskan, alasan pertama yakni kelompok milenial seringkali tidak banyak yang berpikir kritis. Menurutnya, hal itu yang membuat kelompok milenial kerap menelan mentah-mentah ajaran yang dibuat dan disasar oleh kelompok teror.
Kemudian alasan kedua adalah kalangan milenial masih memiliki keberanian yang lebih ketimbang kalangan lainnya.
“Selain itu, mereka tidak banyak tanggungan. Masih lebih emosional dan lebih berpikir pragmatis, terlebih ada iming-iming masuk surga dan lain-lain,” terang Wawan.
Oleh sebab itu, Wawan mengimbau agar kalangan milenial terus melakukan konfirmasi dan mengecek kembali ajaran-ajaran yang bernuansa radikal. Ia juga meminta para orang tua untuk terus mengontrol anak-anaknya, terutama yang masuk dalam usia milenial, termasuk memantau pelbagai buku bacaan yang sedang mereka baca.
“Yang biasanya riang jadi pemurung, dan yang biasanya enggak pergi kemana-mana jadi tahu-tahu kalau pulang minta uang. Dia [anak-anak] hanya bicara dengan networking yang ada di media sosial karena dia memang di-drive di situ untuk melakukan apa pun,” ucap Wawan.
Wawan pun menyarankan orang tua terus melakukan patroli 24 jam untuk memantau kegiatan anak-anaknya yang masih berusia milenial di dunia maya. Ia menilai hal itu agar kalangan milenial tak terjebak oleh paham-paham radikal yang selama ini marak di dunia maya.
“Oleh karena itu kita selalu dorong, bacaan-bacaan kaum milenial itu juga dikontrol oleh orang tuanya. Sebab, hanya orang tuanya yang paling paham,” tutur Wawan.
Sementara mantan narapidana terorisme, Haris Amir Falah menyatakan ada banyak anak muda terpapar radikalisme dan terorisme dari media sosial. Ia menganggap kecanggihan teknologi bisa mempermudah kelompok maupun jaringan terorisme dalam merekrut anggota.