TIKTAK.ID – Anies Baswedan mendesak pemerintah untuk bersikap netral dan tidak ikut memengaruhi rakyat dalam mengambil keputusan di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Anies menyampaikan hal itu di tengah gencarnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengendorse calon presiden (Capres) dan memotori terbentuknya Koalisi Besar.
Anies juga meminta agar negara membiarkan rakyat tanpa dipengaruhi dan meminta tidak ada tangan negara yang terlibat.
“Percayakan rakyat akan menitipkan kewenangan tersebut pada yang punya rekam jejak benar, rekam karya yang benar, dan rekam karya yang baik. Jika negara ikut ambil andil, maka negara sedang melecehkan rakyat Indonesia,” ujar Anies dalam pidatonya di Istora Senayan, Jakarta Pusat, pada Minggu (7/5/23), seperti dilansir Tempo.co.
Baca juga : Ingin Menangkan Pilpres 2024, Golkar Dukung Koalisi Besar Usung Prabowo-Airlangga
Anies mengatakan bahwa rakyat Indonesia sudah cukup matang dan mampu untuk menentukan pilihan di Pemilu 2024 tanpa perlu diintervensi. Dia pun mengimbau kepada masyarakat agar mampu menentukan sikap dan menolak untuk dipengaruhi.
“Kepada seluruh rakyat Indonesia mari kita menjaga kekuasaan itu ada pada rakyat, bukan di yang lain. Jangan menjual kekuasaan itu sampai nanti di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan sampai nanti perhitungan. Ini bukan soal statistik perhitungan, melainkan terkait hak saya dalam menentukan bangsa ini,” tegas Anies.
Lebih lanjut, dalam pidatonya, Anies juga menyinggung mengenai adanya pihak yang ketakutan kehilangan kekuasaan. Padahal, Anies menilai kekuasaan sejatinya merupakan milik rakyat, bukan pejabat apa lagi parpol. Anies menyatakan rakyat setiap 5 tahun sekali berhak untuk menitipkan kekuasaan secara bergantian.
Baca juga : Ma’ruf Amin Beri Bocoran Sosok Cawapres Potensial Umat Islam
“Oleh sebab itu, bila ada yang berpandangan khawatir kehilangan kekuasaan, maka sesungguhnya dia tidak paham prinsip demokrasi. Sebab, kekuasaan itu tidak hilang, kekuasaan tidak pindah, tapi kekuasaan ada pada saudara-saudara semua rakyat Indonesia,” jelas Anies.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyoroti etika politik Jokowi yang cawe-cawe dalam mengurusi koalisi dan kontestasi Pilpres 2024. Dia pun mengkritik pernyataan Jokowi yang menyebut dirinya sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik, saat menjawab tudingan cawe-cawe Pilpres mendatang. Denny mengakui jawaban tersebut seolah-olah benar, namun bermasalah dari segi etika.
“Bila dikuliti lebih jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, ada batasan-batasan moral dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi. Termasuk pelanggaran konstitusi ketika ikut turut campur soal Pilpres 2024,” ungkap Denny, mengutip CNNIndonesia.com dari laman Integrity Law Firm, Minggu (7/5/23).